Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengharapkan calon ketua Mahkamah Agung (MA) yang baru, jangan yang pernah membebaskan pelaku korupsi.

"Hakim agung yang pernah membebaskan kasus korupsi, jangan menjadi calon ketua MA," kata peneliti ICW, Febridiansyah, di Jakarta, Rabu.

Seperti diketahui, MA pada Kamis (15/1) akan menggelar sidang pleno pemilihan ketua MA yang baru, setelah ketua sebelumnya, Bagir Manan, pensiun sejak November 2008.

Ia mengatakan ICW mencatat tiga calon kuat ketua MA yang baru, yakni, Harifin A Tumpa, Djoko Sarwoko, dan Paulus Lotulung pernah membebaskan kasus�korupsi.

Dikatakan, Harifin A Tumpa pernah membebaskan kasus korupsi HGB Hotel Hilton dengan terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo, korupsi dana Kavling gate dengan terdakwa Kurdi Moekri (anggota Komisi III DPR), Joko Sarwoko selama menjadi hakim agung pernah membebaskan 10 orang terdakwa anggota DPRD Provinsi Sumbar yang diduga melakukan korupsi senilai Rp 2,9 miliar, dan Paulus Lotulung pernah membebaskan kasus korupsi HGB Hotel Hilton dengan terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo, dan korupsi dana non budgeter Bulog dengan terdakwa Akbar Tanjung.

Selain itu, Febridiansyah menjelaskan alasan tidak memilih hakim yang pernah membebaskan perkara korupsi, yakni, dari hasil pencatatan rutin ICW, dari 421 terdakwa kasus korupsi di pengadilan umum yang terpantau selama 2005-2008, ditemukan catatan yang menyedihkan, yakni, trend vonis bebas kasus korupsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dikatakan, dari hanya 22,22 persen vonis bebas pada 2005 meningkat menjadi 62,38 persen pada 2009, total terdakwa korupsi yang divonis bebas lebih dari 650 orang, dan vonis dibawah dua tahun sekitar 291 terdakwa.

"Karena itu, calon ketua MA yang baru jangan yang pernah membebaskan kasus korupsi, itu persyaratan utama," katanya.

Ia mengatakan perhelatan akbar Pemilihan Ketua MA akan dilaksanakan Kamis, 15 Januari 2008, harapan akan terjadi pembersihan, transparansi, perbaikan, dan perang terhadap mafia peradilan, diperkirakan akan sulit tercapai.

Pasalnya, kata dia, proses pemilihan yang tidak terbuka, tidak melibatkan partisipasi publik, dan keengganan menerima masukan track record dari masyarakat.

"Bahkan resistensi dengan kritik yang berasal dari mantan hakim agung menjadi salah satu dasar kekhawatiran, hasil pemilihan ini hanya akan membawa kemunduran di MA," katanya.

Ia mengatakan potret buram MA dan pengadilan Indonesia itu, tentunya harus diperbaiki dan salah satu momentum terpenting adalah Pemilihan Pimpinan MA.

"Karena itu, kursi pimpinan MA tidak boleh diisi oleh "orang titipan", calon yang justru berkelindan dengan Mafia Peradilan, anti perubahan, anti transparansi, dan alergi dengan kritik publik. Terkait dengan Komisi Yudisial (KY), Ketua MA haruslah terbuka diawasi dan tidak berupaya mendelegitimasi keberadaan KY," katanya.

Selain itu, ICW memiliki kriteria lainnya untuk calon ketua MA yang baru, yakni, berusia di bawah 65 tahun, mampu mengembalikan kewibawaan Hakim Agung dan MA, sehat Jasmani dan rohani berdasarkan bukti hasil general check up resmi dari dokter.

Kemudian, kata dia, calon ketua MA harus menunjukkan sikap hidup sederhana, misalnya, tidak hobi golf, punya harta kekayaan yang masuk akan dibanding dengan penghasilan resmi sebagai Hakim Agung, serta berkomitmen terhadap Transparansi, misalnya membuka Akses BPK terhadap Audit Biaya Perkara

"Jika tidak ingin MA hancur dibelit Mafia Peradilan, maka enam kriteria dinilai sangat penting dimiliki oleh Pimpinan," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009