Jakarta (ANTARA News) - Penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) Iran 12 Juni lalu yang meninggalkan konflik horizontal perlu untuk dijadikan  pelajaran penting bagi Indonesia agar dapat menyelenggarakan Pilpres secara jujur dan adil (jurdil), demikian pengamat politik luar negeri Dewi Fortuna Anwar di Jakarta, Jumat.

"Kita harus menarik pelajaran penting dari Pilpres di Iran. Pemilu harus benar-benar jurdil sehingga siapapun yang menang atau kalah daapat menerima dengan lapang dada," kata Dewi yang kini menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.

Menurut dia, jika Pilpres 8 Juli nanti penuh dengan kecurangan maka hal itu pasti menimbulkan ketidakpuasan dari pihak yang kalah.

"Kita berharap penyelenggara mulai dari pusat hingga daerah harus amanah dan melakukan tugasnya dengan baik," kata Juru Bicara Presiden di era kepemimpinan BJ Habibie itu.

Dewi juga meminta media massa berperan aktif untuk mengontrol jalannya penyelenggaraan Pilpres dari awal hingga penetapan calon terpilih.

"Kalau ada temuan pelanggaran, beberkan ke publik agar diproses. Media massa harus menjadi watch dog," katanya.

Menurut dia, penyelenggaraan suksesi kepemimpinan di banyak negara termasuk di Indonesia tidak akan lepas dari intervensi kepentingan asing.

"Tapi masyarakat sendiri harus mampu menahan diri jika terjadi beda pendapat, bukan malah terjerumus dalam konflik terbuka yang justru merugikan masa depan bangsa dan negara," katanya.

Menurut Dewi, isu yang mengaitkan kerusuhan di Iran pasca Pilpres 12 Juli dengan keterlibatan intelijen Amerika Serikat (CIA) tidak akan menyelesaikan masalah dalam negeri negara itu karena yang terlibat konflik adalah warga Iran sendiri.

Dewi mengaku tidak mengetahui pasti apakah Mir Hussein Mousavi, Calon Presiden Iran dari kubu reformis yang dikalahkan Mahmoud Ahmadinejad dari kubu konservatif mendapat dukungan dari pihak asing terutama Amerika Serikat.

"Saya kira seandainya yang terpilih Mousavi tentu kebijakan poliitik Iran agak lebih moderat," papar Dewi.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009