Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) akan membangun Sistem Teknologi Informasi Manajemen Fraud.

Wakil Kepala PPATK Bidang Hukum dan Kepatuhan, Bambang Permantoro, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan, proyek yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak ini merupakan salah satu bentuk kerja sama yang ditandangani oleh Rektor ITB, Djoko Santoso, dan Kepala PPATK Yunus Hussein, di Bandung 25 Juni 2009.

Kerja sama yang dilakukan oleh ITB sebagai institusi pendidikan dengan PPATK sebagai focal point di dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dilandasi oleh keinginan bersama untuk dapat mewujudkan rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia.

Fraud merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.

Diharapkan dengan adanya perjanjian itu dapat diperoleh kontribusi positif bagi terciptanya pemahaman dan persamaan persepsi antara praktisi dan akademisi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Kedua belah pihak sepakat pula untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan kajian keilmuan di berbagai bidang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), peningkatan kualitas SDM, dan penyelenggaraan sosialisasi mengenai pelaksanaan dan pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia.

Kerja sama ITB dengan PPATK merupakan amanat UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 tahun 2003 (UU TPPU). Pasal 25 ayat (3) mengatur agar PPATK melakukan kerja sama dengan pihak terkait, baik nasional maupun internasional.

Belum adanya SIN (Single Identiy Number) telah menyulitkan berbagai sektor, antara lain seperti perbankan, asuransi, keimigrasian, penegakan hukum dan kepegawaian.

Ketidakrapian administrasi kependudukan itu menimbulkan banyak masalah, seperti yang dialami oleh industri perbankan dan asuransi di dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah atau know your costumer mengalami kesulitan melakukan verifikasi kebenaran dokumen identitas diri yang diserahkan oleh calon nasabahnya.

Seringkali bank tanpa sadar menerima nasabah yang menggunakan identitas palsu atau asli tapi palsu (Aspal).

Problem SIN merupakan salah satu skala prioritas Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia tahun 2007-2011 untuk segera diselesaikan.

PPATK juga mengungkapkan bahwa lembaga itu menerima Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang makin meningkat dari tahun ke tahun.

Saat ini rata-rata PPATK menerima 43 LTKM tiap hari atau 1.310 LTKM per bulan, meningkat drastis dari rata-rata tahun-tahun sebelumnya. Pada 2002, awal keberadaan PPATK hanya menerima rata-rata 10,3 LTKM saja per bulan.

Total laporan sampai akhir Mei 2009 sebanyak 29.903 LTKM. Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK yang disampaikan kepada penegak hukum sebanyak 794 LHA kepada Kepolisian/Kejaksaan, dengan perincian sebanyak 737 LHA dan 57 LHA kepada Kejaksaan.

Selain LHA, juga ada permintaan informasi kepada PPATK, antara lain permintaan dari Kepolisian sebanyak 438, KPK 229 permintaan, Jaksa 65 dan lain-lain 58.

Pertukaran informasi dengan FIU luar negeri sebanyak 294. Adanya peningkatan kepatuhan dan pelaporan penyedia jasa keuangan merupakan modal positif bagi proses penegakan hukum di Indonesia. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009