Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesulitan untuk mengungkap adanya praktik suap dalam penanganan perkara Prita Mulyasari.

"Suap itu, alat buktinya sulit tidak bisa dengan katanya-katanya," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Hamzah Tadja, di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Kejagung telah meminta keterangan tujuh orang yang terkait dalam penanganan perkara tersebut, yakni, jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani perkara tersebut, Rahmawati Utami dan Riyadi, serta Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Tangerang, Irfan Jaya Aziz.

Kemudian, Kepala Seksi (Kasi) Pra Penuntutan Kejati Banten, Rahardjo Budi Krisnanto, Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Banten, Indra Gunawan.

Majelis hakim PN Tangerang, Banten, Kamis (25/6) dalam putusan selanya menilai perkara kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Tangerang dengan terdakwa Prita Mulyasari tak bisa dilanjutkan.

Putusan sela menyebutkan penggunaan Pasal 27 Ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tidak tepat.

Jaksa itu diperiksa terkait penerapan Pasal 27 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) pada dakwaan Prita Mulyasari terkait pengaduan dari RS Omni Internasional atas tulisannya melalui e-mail mengenai keluhan pelayanan RS tersebut.

Jamwas menyatakan pihaknya sudah menyampaikan penjatuhan disiplin terhadap jaksa yang menangani kasus Prita Mulyasari kepada Jaksa Agung, namun ke luar putusan sela di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

"Adanya putusan dari PN Tangerang, kita tarik kembali (rekomendasi penjatuhan disiplin), untuk ditelaah kembali," katanya.

Dikatakan, putusan sela dari majelis hakim PN Tangerang itu, akan dipelajari dahulu.

"Putusan itu dievaluasi dahulu oleh Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum)," katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mempelajari putusan sela Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang menolak dakwaan terhadap Prita Mulyasari, yang nantinya menjadi acuan dalam pemeriksaan terhadap jaksa yang menangani perkara tersebut.

"Putusan itu sudah diterima pada Jumat (26/6) dan dikirim ke Jampidum (jaksa agung muda pidana umum) untuk dievaluasi," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji, dalam acara Silaturahmi dengan Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka), di Cibodas, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (27/6) malam.

Hendarman menyatakan ketentuannya jaksa bisa melakukan verzet ( perlawanan).

"Jadi kita masih menunggu, Jampidum untuk mempelajarinya," katanya.

Nantinya, menurut Jaksa Agung, dari hasil evaluasi itu akan dikirim ke bagian pengawasan kejaksaan, terkait dengan sejumlah jaksa yang diperiksa karena menggunakan dakwaan UU ITE terhadap Prita Mulyasari.

"Pemeriksaan belum selesai mengenai apakah ada jaksa yang keliru dalam membuat dakwaan Prita Mulyasari," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009