Jakarta (ANTARA News) - Pemantau internasional Asian Network for Free Elections (ANFREL) menilai pemilihan umum di Indonesia dapat menjadi teladan bagi negara lain di dunia, khususnya dalam pemberian hak pilih bagi tahanan untuk berpartisipasi dalam pilpres 8 Juli lalu.

Direktur Eksekutif ANFREL Somsri Hanasuntasuk di Jakarta, Sabtu, mengatakan pengakuan hak politik seorang tahanan di Indonesia untuk menyalurkan aspirasi dalam Pilpres merupakan sebuah apresiasi yang tidak diberikan oleh negara lain, bahkan negara demokrasi Amerika Serikat.

"Indonesia menjadi contoh yang bagus, karena menghargai tahanan sebagai manusia yang memiliki hak suara dalam menentukan masa depan bangsa," katanya.

Ia mencontohkan negara-negara yang tidak memberikan hak politik kepada tahanan untuk menyalurkan aspirasinya dalam pemilu yaitu Thailand, Filipina, Malaysia dan Amerika Serikat.

Menurutnya, di Indonesia hak politik untuk memilih kandidat capres-cawapres bagi tahanan mengalami perbaikan dibandingkan dengan pemilu tahun 2004 lalu.

"Waktu itu tahanan yang diperbolehkan menyalurkan aspirasinya hanya yang masa tahanannya dibawah lima tahun, tapi sekarang sudah jauh lebih baik karena diberikan kesempatan lebih longgar," katanya.

Somsri menambahkan bahwa sudah seharusnya politisi memperhatikan tahanan, karena mereka juga berpengaruh pada perolehan suara kandidat calon legislatif maupun eksekutif.

"Bagaimanapun mereka pasti menyumbangkan suara untuk kemenangan bagi politisi-politisi tersebut," katanya.

Sementara itu, Somsri juga mengapresiasi proses pencontrengan di salah satu lembaga pemasyarakatan ketika petugas KPPS menunjukkan kertas suara yang masih bersih kepada calon pemilih sebelum dilakukan pencontrengan.

"Ini sebagai contoh tindakan transparan," katanya.

ANFREL pada pilpres 8 Juli lalu mengamati proses pencontrengan di Rumah Tahanan Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur dan Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009