Jalalabad, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Pasukan komando Afghanistan yang didukung pasukan asing membunuh 35 gerilyawan di wilayah selatan negara itu, kata kementerian pertahanan, Minggu, sementara serangan bom bunuh diri menewaskan dua polisi di sebuah pos perbatasan.

Pemboman Minggu di Torkham, sebuah penyeberangan perbatasan utama antara Afghanistan dan Pakistan di provinsi Nangarhar, merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan bom beberapa pekan menjelang pemilihan presiden kedua di negara yang dilanda perang itu.

"Ada serangan bunuh diri terhadap salah satu pos polisi kami di Torkham," kata komandan polisi perbatasan regional Mohammad Zaman Mamozai kepada AFP, dengan menambahkan bahwa dua polisi tewas dan satu polisi lagi cedera akibat serangan itu.

Sementara itu, kementerian pertahanan mengumumkan bahwa pasukan komando Afghanistan yang didukung oleh pasukan nternasional dan pesawat tempur membunuh 35 gerilyawan dalam penyerbuan terhadap tempat persembunyian Taliban di provinsi Kandahar, Afghanistan selatan, Sabtu.

Sejumlah gerilyawan juga cedera dalam serangan itu, yang dilakukan di distrik Shah Wali Kot di provinsi bergolak tersebut, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

"Pasukan komando tentara nasional yang mendapat dukungan dari pasukan internasional dan kekuatan udara membunuh 35 musuh yang berkumpul di sana untuk mengacaukan kehidupan masyarakat," kata pernyataan itu.

Meningkatnya gelombang kekerasan yang terkait dengan Taliban akhir-akhir ini menyoroti ancaman terhadap keamanan Afghanistan ketika negara itu bersiap-siap melaksanakan pemilihan presiden yang baru kedua kali dilakukan pada 20 Agustus.

Ribuan marinir AS dan prajurit Inggris yang didukung oleh pasukan keamanan Afghanistan bergerak memasuki sejumlah daerah Taliban yang paling berbahaya dalam operasi besar-besaran untuk menumpas pemberontakan mereka.

Terdapat sekitar 90.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban, kelompok yang berkuasa antara 1996 dan 2001.

Meski ada pasukan internasional, Taliban sejak dijatuhkan berhasil menyatukan kekuatan lagi dan melakukan pemberontakan dalam upaya menggulingkan pemerintah dukungan Barat di Kabul.

Taliban mencapai kemajuan setiap tahun dan 2009 menjadi masa paling mematikan bagi pasukan internasional yang sebagian besar orang Barat di Afghanistan.

Bom-bom pinggir jalan merupakan senjata paling mematikan yang digunakan oleh gerilyawan yang memerangi pemerintah dan pasukan Barat, namun peledak itu juga seringkali menewaskan dan mencederai warga sipil.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional akan bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemberontakan meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini, yang menambah kekhawatiran mengenai keamanan dalam pemilihan presiden Afghanistan yang kedua itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009