Cilacap, (ANTARA News) - Pengurus Pondok Pesantren "Al-Muaddib" Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menolak anggapan sebagai sarang teroris.

"Peristiwa penggerebekan yang dilakukan Densus 88 pada 23 Juni lalu, bukan berarti pesantren ini terlibat dalam kasus terorisme, tetapi karena ada orang yang diduga lari ke belakang pesantren," kata Pimpinan Ponpes Al-Muaddib, Mahfudz saat menggelar jumpa pers di salah satu ruang kelas pesantren, Selasa.

Saat itu, kata dia, di lingkungan pesantren sedang ada pekerjaan pembangunan masjid dan ruang kelas sehingga Densus menduga ada orang yang lari ke pesantren.

Kendati demikian, dia mengatakan, pihaknya menyayangkan tindakan Densus yang mengambil beberapa barang milik pesantren dalam penggerebekan tersebut.

Menurut dia, barang-barang itu antara lain tiga unit komputer, dua pesawat seluler milik pekerja bangunan yang sedang diletakkan dalam kamar, dan beberapa album foto kenangan kegiatan pesantren.

"Saya berharap barang-barang itu dapat dikembalikan karena sangat dibutuhkan oleh pesantren," katanya.

Disinggung mengenai adanya anggapan masyarakat bahwa pendidikan di Ponpes Al-Muaddib terkesan eksklusif (hanya untuk kalangan tertentu) dan ajarannya menyimpang, dia mengatakan, hal itu tidak benar.

"Sama sekali tidak ada kurikulum yang menyimpang. Kita mengambil kurikulum dari yang diajarkan di sejumlah pondok pesantren, seperti Gontor dan Tasikmalaya," katanya.

Disinggung mengenai sosok Bahrudin Latif, dia mengatakan, orang yang diburu oleh Densus 88 ini merupakan Ketua Yayasan Dakwah Islam Al-Muaddib, yakni yayasan yang menaungi Ponpes Al-Muaddib.

"Pak Bahrudin di sini sebagai ketua yayasan dan setahu kami beliau orang baik. Sementara peristiwa penggerebekan yang dilakukan Densus 88 pada 23 Juni lalu bukan berarti pesantren ini terlibat," katanya menegaskan.(*)

 

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009