New York (ANTARA News/AFP) - Harga minyak memperpanjang "rally" mereka pada Senin waktu setempat, di tengah membaiknya prospek ekonomi yang memicu harapan hidupnya kembali permintaan energi.

Kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman September, meningkat 33 sen menjadi ditutup pada 68,38 dolar AS per barel.

Minyak mentah "Brent North Sea" untuk penyerahan September naik 49 sen menjadi menetap pada 70,81 dolar AS per barel setelah sebelumnya menyentuh 71,28 dolar - level yang terakhir dilihat pada 1 Juli.

Tindakan pasar terjadi karena data pemerintah menunjukkan bahwa penjualan rumah baru AS terangkat 11 persen pada bulan Juni, dalam sebuah sinyak berlanjutnya pemulihan sektor tersebut di pusat gempa dari krisis keuangan global.

Departemen Perdagangan mengatakan, penjualan rumah baru satu keluarga naik menjadi 384.000 pada tingkat tahunan, jauh di atas sebagian besar prakiraan swasta 350.000. Angka tersebut 11 persen di atas tingkat Mei yang direvisi 346.000, namun 21,3 persen di bawah perkiraan Juni 2008.

Brian Wesbury dari First Trust Portfolios mengatakan laporan tersebut merepresentasikan "sebuah bagian penting dari pemulihan berbentuk V AS yang telah terjadi sejak awal musim panas ini."

John Kilduff dari MF Global mengatakan bahwa menguatnya pasar saham setelah dua pekan mengalami rally juga membantu mendorong kenaikan harga minyak.

"Optimisme masih menggerakkan pasar saham dan momentum sedang meluber ke dalam pasar minyak, karena kesimpulan yang dibuat ternyata adalah ekonomi yang kuat akan segera kembali," kata Kilduff.

Dalam beberapa pekan terakhir, lebih kuatnya daripada perkiraan laba korporasi AS telah memicu harapan bahwa ekonomi terbesar di dunia itu sembuh dari resesi yang dimulai akhir tahun lalu.

Harga minyak mentah telah meningkat sekitar 10 dolar di New York selama dua minggu, terangkat oleh kuatnya pendapatan perusahaan dan data ekonomi AS yang memberikan kesan Amerika Serikat dan ekonomi utama lainnya mulai pulih.

Di Asia, pertumbuhan kuartal kedua China yang kuat 7,9 persen telah memicu harapan bahwa kawasan itu juga mulai lepas dari kemerosotan global yang dipimpin AS.

Setelah Amerika Serikat, China merupakan pengguna energi nomor dua di dunia.

"Orang-orang menyimpulkan bahwa Asia tampaknya telah berubah -- sekarang AS juga sedang menjalani pemulihan," kata Tony Nunan, seorang manajer unit usaha minyak internasional Mitsubishi Corp yang berbasis di Tokyo.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009