Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, mempersilakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan putusan mengenai penghitungan tahap kedua penetapan perolehan kursi anggota legislatif.

"Kami sudah berbicara kemarin (KPU dan MA pada Rabu (29/7)), kami sudah sampaikan maksud dan tujuan putusan itu. Nanti silakan KPU melaksanakannya," katanya seusai acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara MA dengan Federal Court of Australia dan Family Court of Australia, di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan judicial review atau uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai penghitungan tahap kedua penetapan perolehan kursi anggota legislatif.

Dikabulkannya peraturan KPU tersebut, secara tidak langsung berdampak pada perolehan kursi di DPR sejumlah partai politik (parpol), karena ada parpol yang bertambah kursinya dan ada yang berkurang.

Ia menyatakan sesuai Peraturan MA (Perma), kalau tidak dilaksanakan putusan itu dalam waktu 90 hari, maka dengan sendirinya peraturan yang harus dibatalkan itu tidak berlaku lagi.

"Hitungan 90 hari itu, ya sejak (KPU) tahu ada putusan itu," katanya.

Seperti diketahui putusan itu sendiri ditetapkan MA pada 18 Juni 2009 dan diterima KPU pada 22 Juli 2009.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Nurhadi, menyatakan, putusan hak uji materiil itu final dan mengikat.

"Putusan Hak uji materil itu final and binding. tidak ada upaya hukum yang lain," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, majelis hakim yang menangani perkara itu, yakni, Ahmad Sukardja (pimpinan), dengan hakim anggota, Imam Subekhi dan Mariana Sidabutar.

Mengutip putusan tersebut, Nurhadi menyebutkan Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis penetapan dan Pengumpulan Hasil Pemilu dan Tata Cara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan calon Terpilih, Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten tahun 2009.

Pembentukannya bertentangan dengan UU yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, Pasal 205 ayat (4).

"Dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku untuk umum," kata Kepala Biro Hukum dan Humas, Nurhadi. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009