Baghdad (ANTARA News/AFP) - Gelombang serangan bom yang ditujukan pada muslim Syiah di Baghdad menewaskan 29 orang dan mencederai lebih dari 136, Jumat, sebulan setelah pasukan AS ditarik dari pusat-pusat perkotaan di Irak.

Beberapa pejabat keamanan mengatakan, enam ledakan yang tampaknya terkoordinasi terjadi di luar masjid dan tempat sholat di dan sekitar ibukota Irak tersebut, termasuk masjid yang sering dikunjungi oleh para pengikut ulama garis keras Syiah Moqtada al-Sadr.

Serangan paling mematikan terjadi di distrik timurlaut Al-Shaab, dimana ledakan bom mobil menewaskan 23 orang dan mencederai 107, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Masjid itu sendiri dijaga oleh pasukan khusus Irak, dan sebelum bom mobil itu meledak banyak pendukung setia Sadr melaksanakan sholat di lokasi antara bangunan itu dan tempat parkir.

Beberapa saksi mata di masjid itu mengatakan, umat yang beribadah di masjid itu telah memberi tahu polisi setempat mengenai kecurigaan mereka pada mobil Volkswagen Passat tahun 1980-an, namun mereka diyakinkan bahwa kendaraan itu aman.

Bom mobil itu meledak sesaat kemudian, dan beberapa saksi mengatakan bahwa polisi setempat kemudian panik dan mulai melepaskan tembakan secara membabi-buta, yang mengakibatkan kematian tiga dari 23 orang yang tewas itu.

Setelah serangan itu, penduduk setempat memaki-maki polisi dan mengatakan, aparat di daerah tersebut tidak bisa melakukan tugas mereka, dan kemudian menuntut agar pasukan keamanan pergi.

Sementara itu, dalam dua serangan bom di masjid Al-Rasoul Al-Adham di jembatan Diyala, 10 kilometer sebelah selatan Baghdad, lima orang tewas dan 15 lain cedera ketika mereka pergi setelah sholat Jumat, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Satu serangan lagi di Zafaraniyah menewaskan satu orang dan mencederai enam lain, sementara serangan-serangan terpisah di Kamaliyah and Al-Elam masing-masing mencederai empat orang.

Serangan-serangan Jumat itu merupakan yang terburuk di Irak sejak dua serangan bom bunuh diri di kota wilayah utara Tal Afar pada 9 Juli menewaskan 35 orang dan mencederai 61.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.

Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.

Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.

Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.

Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009