Kabul (ANTARA News/AFP) - Serangan-serangan gerilya di Afghanistan menewaskan tiga prajurit AS dan dua prajurit NATO, serta tujuh polisi dan prajurit Afghanistan, kata pihak berwenang, Minggu.

Serangan-serangan mematikan terhadap Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO itu terjadi sehari setelah empat prajurit Barat tewas dalam kekerasan serupa.

Ketiga prajurit AS itu menjadi bagian dari pasukan patroli yang diserang bom rakitan dan kemudian diberondong tembakan di Afghanistan timur pada Minggu, kata ISAF.

"Patroli itu membalas serangan tersebut namun tiga prajurit tewas dalam bentrokan itu," kata ISAF dalam sebuah pernyataan.

ISAF tidak mengumumkan kewarganegaraan prajurit yang menjadi korban namun militer AS di Kabul mengatakan bahwa tiga prajuritnya tewas.

Dua lagi prajurit ISAF tewas ketika dua ledakan bom menyerang patroli mereka di wilayah selatan negara itu pada Sabtu, kata aliansi itu dalam pernyataan terpisah. Mereka bukan prajurit Amerika, kata militer AS, yang tidak menyebutkan kewarganegaraan kedua korban itu.

"Kemarin merupakan hari yang sangat keras bagi ISAF karena kami kehilangan lagi prajurit-prajurit berani yang berjuang untuk memberikan keamanan bagi penduduk Afghanistan," kata pasukan itu.

Sebanyak 75 prajurit internasional tewas bulan lalu, sebagian besar akibat serangan-serangan, kata situs independen www.icasualties.org, yang menjadikan Juli sebagai bulan paling mematikan bagi pasukan itu sejak invasi pimpinan AS pada 2001.

Pasukan telah meningkatkan operasi terhadap sarang-sarang gerilyawan menjelang pemilihan presiden Afghanistan yang baru dua kali dilaksanakan.

Juga Sabtu, selusin Taliban tewas dalam bentrokan dengan polisi di provinsi Nimroz, Afghansitan baratdaya, kata kementerian dalam negeri.

Bentrokan itu meletus ketika gerilyawan menyerang sebuah kantor polisi, kata kementerian itu, dan tidak ada korban di pihak kepolisian.

Pada hari yang sama, empat prajurit Afghanistan tewas ketika kendaraan mereka diserang bom pinggir jalan yang dipasang oleh "teroris" di provinsi Helmand, Afghanistan selatan, kata kementerian pertahanan.

Tiga polisi, termasuk seorang perwira senior, juga tewas ketika kendaraan mereka diserang bom pinggir jalan di provinsi Baghlan, Afghanistan utara, kata kementerian itu dalam pernyataan terpisah.

Serangan-serangan Taliban meningkat dalam beberapa tahun ini dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilu Agustus.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional akan bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemberontakan meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini, yang menambah kekhawatiran mengenai keamanan dalam pemilihan presiden Afghanistan yang kedua itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009