Ambon (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menilai Water Front City (WFC), program pemberdayakan kawasan Teluk Ambon yang digagas oleh Pemerintah Kota Ambon, merupakan langkah tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Ini ide cemerlang dan DKP akan mendukungnya," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) DKP, Alex Retraubun, saat menghadiri pemaparan konsep WFC oleh Walikota Ambon, Jopie Papilaja, di Ambon, Selasa.

Retraubun berjanji akan serius mendukung konsep WFC, dan mengadopsinya untuk diterapkan di daerah lain yang juga memiliki karakteristik wilayah yang sama dengan Kota Ambon.

Menurut dia, di Indonesia ada 226 kabupaten/kota yang bercirikan dan berkarakteristik sama dengan Kota Ambon, tetapi tetapi belum ada yang berpikir untuk mengelola potensi tersebut secara optimal.

"Baru Makassar, Sulawesi Selatan saja yang yang mulai mengembangkan konsep WFC, khususnya untuk pengembangan kawasan Pantai Losari," katanya.

Untuk pengembangan kawasan pantai Losari, Makassar, DKP mengucurkan dana sebesar Rp25 miliar. "Di pantai Losari itu dilakukan reklamasi sehingga biayanya mahal. Tetapi rencana pengembanan di Ambon tidak dengan reklamasi sehingga lebih murah," katanya.

Konsep WFC, menurut Retraubun, merupakan cara Pemkot Ambon untuk memuliakan laut sekaligus mengembalikan mengembalikan lagi kejayaan Teluk Ambon.

Kejayaan Teluk Ambon di masa lampau sebagai ladang ikan umpan bagi perikanan tuna, tandasnya, kini hanya tinggal kenangan karena aktivitas masyarakat di darat sulit dikendalikan.

Dia menambakan, topografi Kota Ambon yang berbukit di sekitar teluk harus dikembangkan dengan baik karena kecenderungan pemukiman akan mengarah ke perbukitan. "Jika tidak diawasi maka bencana longsor bisa terjadi setiap tahun dan pengaruhnya juga akan terasa di laut, terutama di Teluk Ambon," ujarnya.

Guna mendukung pengembangan konsep WFC, Retraubun menyarankan Pemkot Ambon menyusun Rencana Strategi Pengolahan pesisir kota, rencana sonasi pesisir Pulau Ambon dan sistem pengolahan limbah cair.

"Kami akan mendukung konsep ini, termasuk mencari investor yang berminat membantu mengembangkannya. Kawasan pesisir yang dikelola dengan baik, pasti akan memberikan efek berganda bagi masyarakat yang bermukim di Ambon," ujarnya.

Empat Kawasan Pengembangan

Sementara itu, Walikota Papilaja menandaskan, konsep WFC mendasari penataan Teluk Ambon berdasarkan empat wilayah pengembangan yakni kawasan ekowisata hutan bakau, wisata Air Salobar, kawasan Pantai Mardika dan kawasan Hatiwe Kecil.

Kawasan hutan Bakau di desa Passo, Kecamatan Baguala, akan dikembangkan menjadi kawasan ekowisata dan diareal ini akan dibangun sarana jelajah hutan bakau dan cafe-cafe buat para wisatawan dengan nilai investasi sebesar Rp5,1 miliar.

Kawasan wisata Air Salobar yang saat menjadi tempat piknik alternatif bagi warga kota Ambon akan ditata menjadi lokasi wisata modern dengan pedestarian, kios dan wisata kuliner dengan nilai investasi mencapai Rp10,2 miliar.

"Kawasan ini akan dibangun tanpa mengurangi lebar jalan raya yang ada sekarang dan tidak juga dengan reklamasi pantai, tetapi menggunakan sistem floting atau terapung," kata Papilaja.

Kawasan Pantai Mardika juga akan ditata dengan jalur hijau, pedestarian, ruang publik dan restoran atau cafe terapung dengan investasi Rp5,1 miliar, sedangkan kawasan Hatiwe Kecil akan ditata dengan konsep yang sama, tetapi dipaketkan dengan pembangunan Pasar "Ole-Ole". Total nilai investasinya direncanakan mencapai Rp53,2 miliar.

"Jadi jika mau beli oleh-oleh khas Ambon tinggal datang ke pasar Ole-Ole. Direncanakan juga akan dibuat pelabuhan bagi kapal-kapal ikan milik nelayan yang memasok ikan ke Pasar Ikan Higienis yang telah ada di kawasan tantui ini," katanya.

Pengembangan seluruh kawasan ini akan dilakukan dengan sistem floating dan akan dilakukan dalam dua tahun sisa masa jabatan Papilaja, dengan total nilai investasi mencapai Rp70 miliar.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009