Washington (ANTARA News/Reuters) - Konflik di Afghanistan belum berada pada sebuah titik krisis meski gerilyawan Taliban mencapai sejumlah kemenangan, kata penasihat keamanan nasional AS Jim Jones, Minggu.

"Saya tidak berpendapat kita berada pada sebuah tingkat krisis dimana ada langkah Taliban untuk menggulingkan pemerintah," kata Jones pada acara "Face the Nation" CBS.

Namun, ia mengatakan, Washington tidak akan mengesampingkan penambahan jumlah pasukan AS untuk mengamankan Afghanistan.

Kekerasan meningkat di Afghanistan menjelang pemilihan presiden pada 20 Agustus, dan Taliban telah berjanji akan mengacaukan pemilu tersebut.

AS mengirim 21.000 prajurit tambahan ke Afghanistan dalam upaya membendung kekerasan oleh Taliban dan sekutunya, yang kini menguasai sejumlah besar wilayah, dan Washington telah mengangkat seorang panglima baru untuk memimpin upaya pengamanan internasional yang didukung NATO.

Susan Rice, duta besar AS untuk PBB, mengatakan, Washington memperkirakan pemilu itu akan berlangsung sesuai dengan jadwal.

"Rakyat Afghanistan sudah dan sedang menungu, dan tujuan kita adalah memastikan bahwa rakyat Afghanistan memiliki peluang untuk memilih secara bebas pemimpin mereka dalam keadaan aman," kata Rice di CNN.

Kekerasan Taliban telah menyulut kekhawatiran mengenai pemberontakan lebih luas yang mencakup seluruh Afghanistan dan membuat tidak stabil negara tetangganya yang berkuatan nuklir, Pakitan.

Serangan-serangan Taliban meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilu Agustus.

Menurut situs independen icasualties.org, 76 prajurit asing tewas pada Juli -- bulan paling mematikan bagi pasukan internasional di Afghanistan. Sepanjang tahun ini 242 prajurit asing tewas di negara itu, sebagian besar akibat serangan-serangan musuh.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional akan bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009