Port Harcourt, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Seorang komandan gerilya di daerah minyak Nigeria hari Senin menuduh militer menyerang militan rekannya dengan kapal meriam, dalam insiden yang menggarisbawahi rapuhnya program amnesti yang ditawarkan Presiden Umaru Yar`Adua.

Ateke Tom, yang memimpin kelompok militan di negara bagian Rivers di Delta Niger timur, mengatakan bahwa seorang pemimpin militan rekannya, Soboma George, mengunjunginya di kampnya di kawasan sungai itu pada Minggu setelah kembali dari Abuja, ibukota Nigeria, untuk membahas tawaran Yar`Adua itu.

Ia mengatakan, kapal-kapal meriam dari satuan tugas militer gabungan (JTF) yang mengawasi Delta Niger melepaskan tembakan ke arah George ketika ia meninggalkan tempat pertemuan itu di Dutch Island, yang berlokasi di perairan antara daerah minyak Port Harcourt dan kota Bonny.

Namun, seorang jurubicara JTF membantah bahwa serangan telah dilakukan.

"Saya mengusulkan agar JTF dipindahkan dari kawasan sungai itu karena dengan insiden-insiden seperti ini program amnesti akan terancam bahaya," kata Ateke Tom kepada Reuters melalui telefon.

"Presiden harus memerintahkan JTF meninggalkan kawasan sungai itu sekarang agar militan bisa mengambil bagian dalam program amnesti itu secara bebas," katanya, dengan menambahkan bahwa tidak ada yang cedera dalam insiden tersebut namun ia telah mengajukan keluhan resmi ke kantor presiden.

Kolonel Rabe Abubakar, jurubicara JTF, mengatakan, satuan tugas itu mengawasi ketentuan-ketentuan tawaran amnesti tersebut.

"JTF tidak akan menyerang militan atau kamp mereka. Kami sangat bertanggung jawab... Tidak ada serangan yang terjadi," katanya kepada Reuters.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger. Pemerintah berharap 20.000 orang bersenjata mengambil peluang tersebut.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

MEND menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelmpok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni.

MEND telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan terakhir itu membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009