Denpasar (ANTARA News) - Perubuhan menara sinyal seluler di Kabupaten Badung, Bali, yang dilakukan secara semena-mena bukan saja merugikan pelanggan dan operator seluler bersangkutan, tetapi juga menimbulkan kekacauan inter-koneksi antar-operator telepon genggam.

"Kalau yang dirubuhkan itu menara yang berfungsi sebagai inter-koneksi (hub), tentu komunikasi antar-pelanggan dari operator yang berbeda bisa kacau. Sekarang pun itu sudah terjadi. Belum lagi komunikasi data ikut lumpuh," kata Direktur Pelayanan Perusahaan Bakrie Telecom, Rakhmat Junaidi, di Denpasar, Selasa.

Ia mengungkapkan hal itu di sela-sela acara "Persembahan 1.000 Hape Esia Bali Untuk Komunitas Guru", yang dicatatkan pada Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai yang terbanyak. Karena guru yang datang dan menuntut diberikan ponsel gratis melimpah dan sempat ricuh, pihak Esia kemudian menjanjikan untuk menambah menjadi 1.700 telepon genggam gratis.

Rakhmat Junaidi berharap, perubuhan menara seluler di Kabupaten Badung yang kini telah mencapai 18 unit meliputi 88 alat pemancar sinyal jaringan (BTS) milik sejumlah operator, bisa dihentikan dan dilakukan pembicaraan antar-pihak.

PT Bakrie Telecom akan mendorong Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) yang telah diberikan mandat mewakili 10 operator yang ada, untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan, segera berbicara dengan Pemkab Badung.

"Saat ini saja, komunikasi seluler di Wilayah Badung sudah mulai kacau, banyak dikeluhkan. Yang dirugikan pelanggan. Kami yakin pemerintah daerah kurang memahami secara teknis, sehingga main merubuhkan menara yang belum memiliki IMB, tanpa memikirkan dampaknya," katanya.

Di Badung, kini terdapat sekitar 190 menara seluler dan diprogramkan cukup dengan 49 menara bersama. Pemkab Badung juga sudah menetapkan PT Bali Towerindo untuk memonopoli pengelolaan menara bersama. Tahap awal yang dirubuhkan dengan dalih tak memiliki surat izin mendirikan bangunan (IMB).

Rakhmat Junaidi juga memberikan contoh di Yogyakarta, yang penataan menara bersamanya dilakukan secara terencana dengan mempertimbangkan masalah teknis, yakni dipetakan dulu lokasi menara yang ideal untuk beberapa operator, dan perubuhannya diberikan waktu hingga dua tahun.

Disebutkan bahwa satu menara yang ideal hanya untuk tiga-empat operator, sehingga akan sangat mubazir jika dalam satu lokasi hanya disisakan satu menara, karena nantinya harus dibangun menara baru sesuai kebutuhan untuk 10 operator.

"Lokasi dan tinggi-rendah menara juga harus melalui perhitungan yang tepat. Demikianpula jarak antar-menara, tidak bisa sembarangan," tambahnya.

Sementara Wakil Direktur Utama PT Bakrie Telecom, Erik Meijer, menekankan bahwa kepentingan pelanggan harus diutamakan, sehingga pihak operator yang diwakili ATSI, harus segera duduk bersama Pemkab Badung.

"Jangan sampai kekacauan komunikasi seluler bertambah parah. Apalagi jika sampai dikeluhkan wisatawan mancanegara, tentu akan merusak citra Pulau Dewata. Bisnis pariwisata dan lainnya juga bisa terganggu," ucapnya.

Pada acara yang juga menghadirkan Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, Prof. Putu Rumawan Salain dan pejabat Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Erik juga berharap program pemberian telepon genggam gratis bagi guru, dan rencana membantu biaya pendidikan bagi siswa kurang mampu, menjadi pertimbangan pemerintah dalam pengembangan bisnis seluler.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009