Baghdad (ANTARA News/AFP) - Gelombang serangan di Baghdad menewaskan sedikitnya 95 orang, Rabu, hari pemboman terburuk di ibukota Irak tersebut dalam 18 bulan ini dan yang paling mematikan sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di negara yang dilanda konflik itu pada akhir Juni.

Seorang pejabat kementerian dalam negeri mengatakan, 563 orang juga cedera dalam serangan-serangan itu, yang mencakup dua ledakan besar bom truk di luar kementerian-kementerian pemerintah dengan selang waktu hanya beberapa menit, pemboman mobil dan serangkaian serangan roket.

"Dalam dua serangan, 95 orang tewas dan 563 cedera," kata pejabat itu. Angka korban tewas yang diumumkan sebelumnya 75.

Rabu merupakan hari paling mematikan di Irak sejak Februari 2008 dan serangan-serangan itu terjadi pada peringatan tahun keenam pemboman truk di kompleks PBB di Baghdad yang menewaskan utusan khusus badan dunia itu, Sergio Vieira de Mello, dan 21 orang lain.

Orang-orang Irak menudingkan kesalahan pada pasukan keamanan dalam negeri, namun pasukan itu menuduh anggota-anggota eks-rejim almarhum Saddam Hussein bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut.

Satu bom truk meledak di luar kementerian luar negeri di sebuah kawasan penduduk dekat Zona Hijau yang dijaga sangat ketat, yang mengirim asap tebal dan debu ke angkasa dan menimbulkan sebuah lubang dengan kedalaman tiga meter dan lebar 10 meter yang berisi puing-puing mobil yang ringsek dan sejumlah mayat yang hangus.

Dinding kompleks kementerian di distrik Salhiyeh itu hancur dan bagian depan gedung itu rusak parah, sementara beberapa mobil melengkung dan terbakar hingga beberapa meter.

Pemboman itu juga menghancurkan tandon-tandon air di sejumlah rumah dekat kementerian tersebut, yang membuat air membanjiri rumah-rumah itu.

Beberapa menit sebelumnya, bom truk lain meledak di luar kementerian keuangan di daerah Waziriyah, Baghdad utara, dan menghancurkan bagian dari sebuah jembatan yang berdekatan, kata pejabat-pejabat kementerian.

Sebuah bom mobil juga meledak di daerah Bayaa, Baghdad barat, kata seorang pejabat kementerian pertahanan, sementara dua bom mortir mendarat di Zona Hijau -- sebuah kawasan tempat kedutaan-kedutaan besar dan perkantoran pemerintah -- dan satu bom lagi meledak di luar, menurut seorang pejabat keamanan.

Rangkaian pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Kekerasan di Irak mereda dalam 18 bulan terakhir, namun gerilyawan bisa bersembunyi di daerah-daerah pegunungan sekitar Mosul, 390 kilometer sebelah utara Baghdad, dan memanfaatkan perpecahan diantara orang-orang Arab dan Kurdi yang beselisih di kota itu.

Perselisihan di provinsi wilayah utara, Nineveh, yang beribukotakan Mosul, mengancam perpecahan di provinsi itu dan menimbulkan ketegangan yang bisa menciptakan ketidakstabilan jangka panjang di Irak.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Gelombang serangan bom yang ditujukan pada muslim Syiah di Baghdad menewaskan 29 orang dan mencederai lebih dari 136 pada Jumat (31/7), sebulan setelah pasukan AS ditarik dari pusat-pusat perkotaan di Irak.

Serangan-serangan akhir Juli itu merupakan yang terburuk di Irak sejak dua serangan bom bunuh diri di kota wilayah utara Tal Afar pada 9 Juli menewaskan 35 orang dan mencederai 61.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.

Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.

Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.

Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.

Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009