Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan operasi khusus seperti penembakan misterius (petrus) tidak boleh digunakan lagi untuk menangani gangguan dan ancaman keamanan dalam negeri, juga tidak boleh terjadi penyimpangan seperti kasus Munir.

Dalam pengarahannya di Gedung Balai Komando, Markas Kopassus TNI-AD, Cijantung, Jakarta, Kamis, Presiden mengatakan para prajurit harus menjaga akuntabilitas setinggi-tingginya sesuai dengan ketentuan UU dan UUD 1945.

"Kita punya pengalaman, katakanlah, pengalaman buruk dalam kasus penembak misterius, penculikan, termasuk kasus Munir, yang tidak sesuai undang-undang dan UUD 1945," katanya.

Para prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) harus menjaga akuntabilitas setinggi-tingginya dalam menjaga dan melindungi keamanan dalam negeri Indonesia sesuai undang-undang agar tidak terjadi penyimpangan seperti kasus Munir.

Semua pihak, khususnya TNI dan Polri harus dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara tepat dan benar sesuai UU dan UUD 1945.

"Sebagai kepala negara saya ingatkan agar dalam menjalankan tugas pokok masing-masing tetap dilakukan secara transparan dan akuntabel. Janganlah dalam melakukan tugas negara, kita melawan UU dan UUD 1945," kata Yudhoyono menegaskan.

Presiden mengatakan negara tidak akan ragu-ragu menegakkan supremasi hukum dalam penanganan terorisme, kelompok separatis dan pemberontakan bersenjata.

"Namun, semua harus dijalankan secara konstitusional, transparan dan akuntabel," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Yudhoyono diresmikan sebagai warga kehormatan Komando Pasukan Khusus TNI-AD ditandai dengan penyematan Brevet Kehormatan Kopassus oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.

Dalam acara itu hadir sejumlah menteri kabinet, seperti Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menlu Hassan Wirajuda, Mensesneg Hatta Radjasa, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi.

Hadir pula mantan Komandan Jenderal Kopassus Mayjen Soenarko dan Letjen Syaiful Rizal. (*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009