Jakarta,(ANTARA News) - Luna Maya, masih ingat dan masih dekat dengan Ariel Peterpan? Sstt..., itu sebatas gosip yang melenakan juru warta meskipun publik kebanyakan menanti penuh kegembiraan (euphoria). Rafael Benitez, masih ingat dan masih dekat dengan rasa sia-sia (frustrasi) milik sekitar 43.000 pendukung The Reds?

Fuiih..., menyerah 1-3 dari Aston Villa dalam lanjutan Premier League, Senin (24/8), bukan akhir segalanya. Kedua sosok membaca metafor.

Luna Maya yang berprofesi sebagai presenter, penyanyi, bintang film dan iklan serta komedian dalam acara "Extravaganza", memakai bahasa untuk melakukan sesuatu. Rafa Benitez bertindak sebagai arsitek Liverpool bermodalkan segudang pengalaman dan beroleh asa secara kontan di jagat "Extravaganzabola" Britania.

Keduanya memproklamasikan "dunia sebagai sebuah karya", karena keduanya sama-sama menyatakan setiap bahasa mengatakan sesuatu. Baik Maya maupun Rafa mencampakkan pangkat yang tersemat di pundak kehidupan bahwa "kami telah bicara, karena itu habis perkara." Dengan bermodal hanya bicara, sebuah karya belum berwujud apa-apa. Maaf!

Ketika membaca Luna Maya yang berparas ayu, ketika membaca Rafa Benitez yang berteguh anak asuhannya bakal bangkit pasca tiga laga, maka laga metafor melafalkan makna bahwa seseorang - apa pun pangkat dan kedudukannya - diharapkan dapat berpikir ke arah tertentu. Ya, tindakan tertentu dilandasi fokus berpikir tertentu, bukan omong-omong saja. Untuk kali kedua, maaf!

Bagi Liverpool, rekor tak terkalahkan dalam 31 pertandingan kandang nyatanya kandas. Bagi Villa, ini adalah kemenangan ketiga mereka dalam 42 kali laga tandang ke Anfield. Inikah tanda awal dari Dewi Fortuna yang tidak lagi sudi berkanjang ke markas The Reds? Sorak Liverpudlian tinggal sorak yang terserak.

Bagi Luna Maya, hubungannya dengan pentolan Peterpan itu sebatas persahabatan. "Saya malas bicara tentang itu, udah ya makasih," kata Luna saat ditemui di Trans 7, Tendean, Jakarta Selatan, belum lama ini. Sedangkan, sang arjuna Ariel menyatakan hubungan mereka sebatas pertemanan. "Gue sama dia seperti teman lama saja kok, cuma beritanya saja yang dibesar-besarkan, makanya heboh," tutur pemilik nama Nazriel Irham ini.

Bak lokomotif yang melaju di rel kehidupan asmara warna-warni, Ariel tidak menampik bila suatu saat kedekatannya dengan Luna Maya akan meningkat ke jenjang lebih serius. "Kita lihat saja nanti, karena kita nggak tahu apa yang akan terjadi besok.Tapi saat ini, kita hanya berteman saja," paparnya.

Adakah hati Luna bersorak? Heemm...hati Luna tentu tidak ingin tergadai oleh iming-iming sebatas "kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok". Hari esok? Ya, Rafa bersama para punggawanya akan beroleh kebangkitan dan bersua kemenangan saat menghadapi Bolton Wanderers di laga selanjutnya.

Gol bunuh diri Lucas Leiva seperti menghancurkan hati Rafa.Dalam kurun waktu 20 menit "The Kop" berhasil menguasai jalannya pertandingan dan mempunyai banyak kesempatan untuk mencetak gol. Untuk mencetak gol, memperoleh kemenangan.

"Pada 20 menit pertama kami memiliki kesempatam. Namun, kami tidak bisa memanfaatkannya. Kemudian, kami melakukan sebuah kesalahan dengan melakukan gol bunuh diri. Karena keasyikkan menyerang, kami malah harus tertinggal dengan penalti Villa setelah kami melakukan kesalahan," ungkapnya. Pelatih asal Spanyol itu tidak ingin terus terkapar di ladang pembantaian laga bola Britania.

Di Premier League, Liverpool telah melakoni tiga laga. "The Reds" belum mampu meraih hasil maksimal. Mereka hanya sekali memetik kemenangan ketika "si Merah" menundukkan Stoke City 4-0 (19/8).

Di musim kompetisi lalu, Liverpool malah melego Xabi Alonso dan Alvaro Arbeloa, sambil berharap Alberto Aquilani dan Glen Johnson menjadi pengganti setimpal. Rafa dihadapkan kepada pekerjaan rumah untuk menghilangkan ketergantungan kepada duet Steven Gerrard dan Fernando Torres. Dengan mematikan dua ujung tombak ini, lawan memperoleh postulat dari sihir metafora laga bola.

Rafa hendaknya lebih berhikmat dengan pernyataan filsuf Wittgenstein (yang dipungut dari Sextus Empiricus), metafora itu bagaikan sebuah tangga yang bisa dihela manakala orang sudah sampai kepada pengertian lebih mendalam.

Metafor bukan sekedar cara mengatakan sesuatu, melainkan cara untuk melakukan sesuatu dengan kata, yaitu mengubah cara memandang dan melihat segala kenyataan laga kehidupan dan laga bola.

Fragmen yang menyentuh Luna Maya dan drama yang menerpa Rafa mengacu kepada syahadat: konon retorika hanya mengutamakan efek ketimbang kebenaran isi perkataan, meski kebenaran perlu dilihat dalam efek. Metafor telah menjadikan dirinya eksentrik, liar, palsu dan artifisial. Retorika cenderung memburu kemenangan ketimbang kebenaran.

Kalau Rafa ingin bersimbah kemenangan, kalau Luna ingin berselancar kesuksesan, maka kebenaran dapat diumpamakan sebagai suara sang hening, kilatan cahaya batin. Bermenunglah dalam keramaian, berkontemplasilah di tengah kegaduhan. Ini rahasia dari metafor kehidupan yang sarat onak.

Ketika kita bertanya, "mengapa kita berpikir?" Jawabannya, "mengapa kita hidup? Inikah pernyataan yang tidak mungkin disangkal karena tidak bisa ditunjukkan sebagai salah (irrefutable truth) sebagaimana layaknya laga Premier League bagi Rafa, dan laga infotainment bagi Luna. Dalam artikulasi Latin: kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup (non scholae, sed vitae discimus).(*)

Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009