Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan kasus pembunuhan lima wartawan asing di Balibo, Timor Leste, pada 1975 sudah selesai dengan kesimpulan bahwa kematian mereka karena kecelakaan.

"Indonesia tidak melihat adanya suatu kepentingan untuk membuka kasus ini lagi. Sudah disimpukan bahwa kematian keliam wartawan asing tersebut adalah karena kecelakaan bukan disengaja" kata juru bicara Deplu, Teuku Faizasyah, di Jakarta, Rabu.

Hal ini diungkapkannya terkait dengan pengumuman Kepolisian Federal Australia (AFP) hari ini yang memberikan konfirmasi bahwa proses investigasi kasus penembakan lima wartawan Australia di Timor Leste yang kemudian dikenal dengan nama kasus "Balibo Five" telah dimulai pada 20 Agustus 2009.

"Tuduhan kejahatan perang yang dilakukan di luar negeri memiliki masalah hukum yang kompleks dan masalah faktual yang harus dipertimbangkan secara hati-hati oleh penegak hukum sebelum memutuskan untuk menyelidikinya," ujar pernyataan AFP sore ini.

Dalam insiden Balibo Five ada lima wartawan asing yang tewas. Mereka adalah reporter Greg Shackleton (Australia), perekam suara Tony Stewart (Australia), juru kamera Gary Cunningham (Selandia Baru), juru kamera Brian Peters (Inggris), dan reporter Malcolm Rennie (Inggris).

Pihak Indonesia mengatakan kelima wartawan tersebut tewas di tengah baku tembak antara "sukarelawan Indonesia" dan anggota Fretilin sementara kesimpulan Pengadilan Glebe Coroners Negara Bagian New South Wales (NSW) menyatakan bahwa personel TNI merupakan pihak yang membunuh lima wartawan Australia itu.

Indonesia dan Timor Leste sendiri sejak pengumuman jajak pendapat di Timor Leste pada tahun 1999sepakat tidak membongkar lagi kasus-kasus lama terkait HAM antara 1975 hingga 1999.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, menyatakan hasil jajak pendapat di Timor Timur pada 1999, merupakan buah dari reformasi di Indonesia. Sebagaimana negara Indonesia mengakui Timor Leste yang merdeka, MPR saat itu pada 1999 juga mengakui hasil jajak pendapat.

Sejak itu, katanya, Indonesia, yang bertekad mengembangkan hubungan bertetangga baik yang rekonsiliatif mencari cara mengatasi beban sejarah masa lalu dan melangkah melihat masa depan.

Sejak awal tahun 2000, kedua pemerintahan berusaha mencari pemecahan masa lalu, yang terjadi menjelang, selama, dan segera setelah jajak pendapat di Timor Leste.

"Opsi pertama adalah melalui pendekatan hukum dan cara kedua melalui pendekatan kebenaran dan persahabatan yang tidak berujung pada peradilan," kata Hassan.

Menurutnya kedua pemerintahan sepakat untuk menempuh jalan yang kedua yakni melalui Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Hasil investigasi komisi tersebut telah diterima, dan pada Juli 2009 lalu telah dilaporkan kepada kedua kepala negara.

Kedua negara juga sepakat untuk tidak melibatkan negara ketiga atau pihak internasional jika ada masalah di lingkup hubungan bilateral.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009