Wardak, Irak (ANTARA News/AFP) - Serangan bom truk bunuh diri menewaskan sedikitnya 22 orang dan menghancurkan sejumlah rumah di sebuah desa Kurdi di Irak utara, Kamis pagi, kata sejumlah pejabat.

Serangan itu, yang terjadi selepas tengah malam di Wardak, sebelah tenggara kota bergolak Mosul, merobohkan selusin rumah, merusak sekitar 60 bangunan lain dan menimbulkan sebuah lubang besar, menurut wartawan AFP di lokasi kejadian.

"Truk itu berusaha memasuki desa tersebut dari bagian belakang, yang ada sebuah sungainya," dan tempat penduduk lokal membangun rintangan pasir untuk melindungi daerah itu dari serangan-serangan, kata Jalal Dosky, seorang aparat keamanan di Wardak.

"Salah satu penjaga berusaha menghentikan truk itu dengan menembakinya namun ia tewas dalam ledakan," tambahnya.

Seorang pejabat kementerian pertahanan di Baghdad mengatakan, 22 orang tewas dan 45 lain cedera dalam pemboman itu.

Kapten Polisi Mohammed Jalal mengkonfirmasi bahwa itu serangan bunuh diri dan pemboman kedua digagalkan ketika supir dibunuh oleh pasukan keamanan Irak sebelum ia bisa meledakkan bom yang disembunyikan di dalam truknya.

Sejumlah korban cedera dibawa ke sebuah rumah sakit di Hamdia, sebuah kota lain di provinsi Nineveh, yang beribukotakan Mosul, sementara beberapa lain diangkut ke Arbil, kota tempat pemerintah daerah Kurdi.

Serangan-serangan di kawasan itu semakin sering dilakukan, hampir setiap hari, dalam beberapa pekan ini, yang menambah ketegangan antara mayoritas Arab dan minoritas Kurdi di Irak.

Para pejabat AS dan Irak mengatakan, permusuhan antara orang-orang Arab dan Kurdi di wilayah utara merupakan ancaman besar bagi keamanan jangka panjang di negara tersebut.

Sehari sebelumnya, Rabu, tujuh orang, termasuk seorang wanita dan seorang anak, tewas ketika sebuah kendaraan yang dipersiapkan untuk serangan bom mobil meledak di kota minyak Kirkuk, Irak utara, kata polisi.

"Penyelidikan awal menunjukkan bahwa bom itu meledak di dalam garasi, di sebuah rumah, ketika sedang dipersiapkan untuk digunakan sebagai bom mobil," kata seorang pejabat tinggi kepada AFP.

Para pejabat AS dan PBB berusaha menengahi sebuah komporomi antara Baghdad dan Kirkuk, namun tidak banyak kemajuan yang dicapai sejauh ini.

Pada Agustus, Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki, seorang Arab Syiah, dan Masoud Barzani, presiden pemerintah regional Kurdistan, mengadakan pertemuan yang langka yang diharapkan menjadi awal dari akhir perselisihan panjang menyangkut tanah dan minyak.

Peredaan ketegangan itu dianggap sangat penting ketika pasukan AS, yang menjadi penengah antara orang-orang Kurdi dan Arab dalam setahun ini, bersiap-siap meninggalkan Irak sepenuhnya sebelum 2012.

Militan muslim diyakini memanfaatkan ketegangan di daeah-daerah yang diklaim kedua kubu untuk merongrong keamanan Irak.

Korban-korban terakhir itu berjatuhan setelah jumlah kematian akibat kekerasan di Irak mencapai angka tertinggi dalam 13 bulan pada Agustus, yang menambah kekawatiran mengenai stabilitas di negara itu setelah pemerintah mengakui keamanan memburuk.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.

Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.

Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.

Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.

Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009