Timika (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas) HAM mengingatkan semua pihak menghentikan spekulasi tentang siapa sesungguhnya pelaku yang telah menebar teror di areal pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua sejak Juli-September.

"Kami meminta seluruh pejabat negara berbicara sesuai tupoksinya. Jangan membuat pernyataan yang membuat bingung masyarakat dengan menuding kelompok tertentu tanpa alasan yang jelas," kata anggota Komnas HAM, Nur Cholis SH MA saat dihubungi ANTARA dari Timika, Senin.

Menurut Nur Cholis, saat ini Komnas HAM sedang mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai pihak tentang persoalan apa yang sesungguhnya terjadi di areal obyek vital nasional (obvitnas) itu sejak 8 Juli lalu.

Pengungkapan siapa sesungguhnya yang terlibat dalam kasus teror di Freeport, demikian Nur Cholis, sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan di lokasi kejadian.

"Kalau semua orang berbicara seenaknya tentu akan memberatkan tugas polisi dan juga Komnas HAM karena akan mengaburkan fakta hukum yang sebenarnya terjadi," tambah Koordinator Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM itu.

Direktur Eksekutif Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA), Nerius Katagame menilai tuduhan kepada kelompok tertentu sebagai dalang teror di areal Freeport selama ini belum tentu terbukti.

Nerius mengatakan, sangat mustahil jika penembakan yang berulang kali terjadi di areal Freeport dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa yang tidak memahami cara menggunakan senjata api canggih.

Tokoh masyarakat Amungme, Karel Beanal meminta polisi segera mengungkap pelaku teror di Freeport agar masyarakat Mimika bisa bernapas lega.

"Kami minta Pak Kapolda beri ketenangan kepada warga Mimika dengan segera mengungkap siapa sesungguhnya pelaku teror di Freeport apakah kelompok Keli Kwalik ataukah kelompok lain," kata Karel Beanal saat bertatap muka dengan Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto di Timika belum lama ini.

Terkait insiden teror di Freeport, Polda Papua telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah AY (30), DB (25), EB (26), TB (25), SB (30), YB (18) dan EK.

Enam dari tujuh tersangka itu diduga terlibat kasus penembakan dan dijerat pasal 340 jo pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Sedangkan seorang tersangka lainnya diduga terlibat kasus kepemilikan amunisi dan dijerat UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api secara ilegal dengan ancaman hukuman yang sama.

Berkas para tersangka tersebut kini sedang diteliti oleh pihak Kejaksaan Negeri Timika. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009