Tindakannya dalam taklimat Presiden AS George W. Bush bersama Perdana Menteri Irak Nuri Al-Maliki, 14 Desember 2008, di istana perdana menteri Irak menyentak dunia.

Setelah mendekam selama sembilan bulan di dalam penjara, wartawan Irak tersebut --yang melemparkan sepatunya ke presiden negara adidaya-- dibebaskan Selasa.

Muntadhar az-Zaidi dibesarkan di Kota Sadr, pinggiran ibu kota Irak, Baghdad. Penyandang gelar sarjana komunikasi dari Baghdad University itu mulai bekerja sebagai koresponden TV Al-Baghdadia, yang berpusat di Kairo, Mesir, pada 2005.

Ia pertama kali terkenal sebagai korban penculikan oleh beberapa penyerang tak dikenal pada November 2007. Muntadhar juga pernah dua kali diciduk oleh pasukan Amerika Serikat di Irak.

Menurut ensiklopedia Online, Wikipedia, Muntadhar tinggal di apartemen satu kamar di dalam wilayah Baghdad tengah. Ia adalah pemeluk Syiah dan belum berumah tangga.

"Salah satu laporannya yang paling terkenal ialah mengenai Zahra, siswi sekolah Irak yang meninggal oleh pasukan pendudukan sewaktu gadis belia tersebut sedang dalam perjalanan menuju sekolahnya," kata Ahmed Alaa, seorang rekan dan teman dekat Muntadhar di stasiun televisi Al-Baghdadia kepada jejaring Islam Online.

Alaa mengatakan, Muntadhar mendokumenkan tragedi itu di dalam laporannya, menuntaskannya dengan wawancara keluarga, tetangga dan teman siswi tersebut.

"Laporan ini membuat dia dihormati oleh banyak warga Irak dan disukai di Irak," katanya. Muntadhar juga dilaporkan pernah menampik tawaran untuk bekerja buat apa yang ia sebut "saluran pro-pendudukan".

Semua temannya, menurut Alaa, mengatakan Muntadhar telah "dipengaruhi secara emosi" oleh pengrusakan yang telah ia saksikan selama liputannya akibat pemboman AS terhadap Kota Sadr, tempat ia dibesarkan.

Muzhir al-Khafaji, bos Muntadhar di stasiun TV tersebut, menggambarkan Muntadhar sebagai "orang Arab yang bangga dan berpikiran terbuka". Sebagaimana dikutip Wikipedia menambahkan, "Ia tak memiliki hubungan dengan bekas rejim di Irak. Keluarganya ditangkap di bawah rejim Saddam Hussein."

Mengenai politik, Muntadhar mengatakan, "Saya adalah orang Irak, dan saya bangga pada negara saya." Semua temannya mengatakan Muntadhar menolak pendudukan dan bentrokan saudara. Mereka mengatakan, Muntadhar percaya Kesepakatan Status Pasukan AS-Irak adalah pengabsahan pendudukan.

Sami Ramadani, tokoh politik yang hidup di pengasingan dari rejim Saddam dan pengajar senior di London Metropolitan University, menulis buat Guardian bahwa Muntadhar "melaporkan buat Al-Baghdadia mengenai orang miskin dan korban yang tertindas dalam perang AS.

Ia yang pertama berada di lokasi di Kota Sadr dan di mana pun orang menjadi korban kekerasan atau penghinaan keji. Ia bukan hanya mengikuti jejak kerusakan dan kematian oleh helikopter Apache AS, tapi ia juga termasuk di antara yang pertama melaporkan setiap kekejaman `sektarian` dan pemboman tempat pasar rakyat. Ia memberi kesempatan korban berbicara lebih dulu".

Korban penculikan

Pada Jumat pagi, 16 November 2007, Muntadhar diculik saat dalam perjalanan menuju ke tempat kerjanya di bagian tengah Baghdad. Beberapa pria bersenjata, menurut Wikipedia, memaksa dia masuk ke dalam satu mobil, tempat ia dipukuli sampai pingsan.

Para penyerang tersebut menggunakan dasi Muntadhar untuk menutup matanya dan mengikat kedua tangannya dengan menggunakan tali sepatu. Ia disekap dengan diberi sedikit makan dan minum dan ditanyai mengenai pekerjaannya sebagai wartawan, kata Wikipedia.

Selama ketidak-munculannya, Muntadhar dilaporkan hilang oleh Journalistic Freedoms Observatory.

Pada 19 November, Reporters Without Borders "menyuarakan keprihatinan yang mendalam", dalam pernyataan mengenai penahanan Muntadhar.

Tak ada tuntutan tebusan yang diajukan, dan para penculik Muntadhar membebaskan dia dalam keadaan mata masih tertutup, di satu jalan tiga hari kemudian sekitar pukul 03.00, Senin, 19 November 2007. Setelah itu saudara laki-lakinya menjemput dia.

Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi membicarakan penculikan Muntadhar pada Desember 2007 dalam satu laporan Desember 2007 yang mendaftar peristiwa kekerasan di media, terutama, peristiwa yang ditujukan kepada wartawan di Baghdad.

Menurut laporan itu, "Wartawan dan pekerja media massa serta tenaga profesional lain terus menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan."

Setelah penculikannya, Muntadhar mengatakan kepada kantor berita Inggris, Reuters, "Pembebasan saya adalah keajaiban. Saya tak dapat percaya saya masih hidup."

Redaktur TV Al-Baghdadia menggambarkan penculikan tersebut sebagai perbuatan gerombolan, karena semua laporan Muntadhar sedang dan tidak bias.

Muntadhar juga pernah dua kali ditangkap oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat di Irak. Pada Januari 2008, Muntadhar ditahan selama satu malam oleh tentara AS, saat mereka menggeledah tempat tinggalnya. Tentara belakangan meminta maaf kepadanya.

Pelemparan sepatu

Ketika taklimat 14 Desember 2008 di Istana Perdana Menteri Irak Nuri Al-Maliki di Baghdad, Muntadhar melemparkan sepatunya ke Presiden AS, saat itu, George W. Bush.

Peristiwa pelemparan sepatu tersebut merupakan perbuatan penghinaan di dalam budaya Arab dan Islam. "Ini adalah kecupan perpisahan dari rakyat Irak, kau anjing," teriak Muntadhar dalam bahasa Arab saat ia melemparkan sepatu pertamanya ke arah Presiden AS tersebut.

"Ini untuk para janda dan anak yatim-piatu dan semua yang gugur di Irak," teriak Muntadhar sewaktu ia melemparkan sepatu keduanya.

Presiden Bush menghindar dua kali, agar tidak terkena sepatu itu. Perdana Menteri Al-Maliki juga berusaha menangkap satu sepatu untuk melindungi Presiden AS itu.

Muntadhar kemudian ditarik ke lantai oleh wartawan lain, sebelum ditelikung oleh para pengawal Al-Maliki, ditendangi dan diseret ke luar ruangan.

Muka wanita juru bicara Gedung Putih saat itu Dana Perino terpukul mikrofon yang jatuh tersenggol seorang pengawal presiden, sehingga memar.

Akibat perbuatannya, mulanya Muntadhar dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, setelah ia dinyatakan bersalah "karena menyerang seorang pemimpin asing". Pengadilan belakangan mengurangi masa hukumannya jadi satu tahun karena Muntadhar tak memiliki catatan pidana.

Belakangan, Muntadhar mendapat pengurangan 25 persen masa tahanannya karena ia berperilaku baik sejalan dengan hukum di Irak.

Ia dijadwalkan dibebaskan Senin (14/9), tapi karena "ada beberapa rintangan yang mungkin menunda pembebasannya hari ini (Senin), tapi diharapkan jika bukan hari ini, ia dibebaskan Selasa," kata pengacara Muntadhar, Diaa as-Saadi, kepada Xinhua melalui telefon, Senin (14/9). (*)

Oleh Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009