Lagos (ANTARA News/AFP) - Kelompok pemberontak utama di kawasan kaya minyak Nigeria selatan hari Rabu menyatakan memperpanjang 30 hari lagi gencatan senjata yang berakhir pada tengah malam.

"Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) memperpanjang gencatan senjata sepihak yang berakhir waktunya pada tengah malam 15 September 2009 selama 30 hari lagi," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

MEND, yang mengobarkan perang minyak dengan sasaran instalasi minyak dan militer yang ditempatkan di daerah minyak, mengumumkan gencatan senjata 60 hari untuk menanggapi tawaran amnesti tanpa syarat dari pemerintah.

"Pemerintah harus memanfaatkan perpanjangan waktu ini untuk melakukan hal yang benar, bukannya berpura-pura membicarakan perdamaian, sambil mempersenjatai militernya untuk perang yang tidak bisa mereka menangi," kata kelompok itu dalam pernyataan Rabu.

Gencatan senjata dilakukan MEND setelah Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua menawarkan amnesti tanpa syarat bagi semua militan di daerah bergolak yang meletakkan senjata mereka.

MEND telah mengungkapkan harapan bahwa pemerintah akan melangkah lebih jauh dengan membangun kembali rumah-rumah yang rusak atau memberikan kompensasi kepada mereka yang harta-bendanya hancur akibat perang.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger. Pemerintah berharap 20.000 orang bersenjata mengambil peluang tersebut.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

MEND menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelmpok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni.

MEND telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009