London (ANTARA News/AFP) - Satu tentara Inggris tewas akibat ledakan pada Senin di Afghanistan Selatan, kata Kementerian Pertahanan di London.

Tentara dari Resimen Mercian Batalyon II itu tewas saat jalan kaki meronda di daerah Gereshk di propinsi Helmand, tempat tentara Inggris memerangi Taliban.

Keluarganya sudah diberitahu.

Juru bicara tentara Inggris di Helmand, Letnan Kolonel Nick Richardson, menyatakan kematiannya merupakan "pukulan telak kepada semua petugas di Satuan Tugas Helmand".

"Dukacita kami bukan apa-apa jika dibandingkan dengan yang dirasakan keluarganya, tempat kami menyampaikan perasaan terdalam kami," katanya.

Korban terakhir itu membuat jumlah tentara Inggris tewas dalam perang sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001 itu menjadi 217 orang.

Banyak kematian tentara Inggris itu akibat bom jalanan.

Sebagian besar dari rakyat Inggris percaya bahwa tentara seharusnya tidak pernah dikirim ke Afghanistan, kata jajak pendapat baru pada dua pekan lalu.

Meskipun menentang gerakan itu, sebagian besar menyatakan akan mendukung bila anak mereka memutuskan masuk tentara.

Dalam jajak pendapat atas 2.000 orang untuk Museum Tentara Inggris, 53 persen tidak setuju dengan penempatan di Afghanistan, sementara hanya 25 persen berpikir bahwa itu gagasan baik.

Inggris memunyai sekitar 9.000 tentara di Afghanistan sebagai bagian dari gabungan antarbangsa, kebanyakan dari mereka ditempatkan di Helmand, propinsi bergolak di selatan.

Jajak pendapat lewat telepon itu dilakukan ICM Research pada 21-23 Agustus, pada ahir musim panas berdarah, saat 44 tentara Inggris tewas di Afghanistan antara Juni hingga Agustus.

Jajak pendapat tersebut bahkan menunjukkan lebih banyak petanggap, 60 persen, menyatakan tidak setuju dengan pengiriman tentara Inggris ke Irak.

Hanya 20 persen mengatakan setuju dengan penugasan itu, yang secara resmi berahir pada Juli tahun ini.

Tapi, saat ditanya bagaimana mereka menanggapi keinginan anak mereka bergabung dengan tentara, 64 persen mengatakan akan mendukung, dibandingkan dengan 32 persen yang menyatakan akan mencoba menghalanginya.

Dalam beberapa bulan belakangan, Perdana Menteri Gordon Brown berupaya menangkis kecaman tentang kecukupan perlengkapan tentara untuk tugas mereka.

Brown menyatakan 200 tentara khusus untuk menangani peledak rakitan (IED), yang merenggut sangat banyak nyawa, akan tiba pada musim gugur ini.

Tapi, peningkatan jumlah kematian itu juga menghidupkan kembali pertanyaan tentang tujuan tugas Inggris di negara tersebut.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit asing, terutama dari Amerika Serikat, Inggris dan Kanada, di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi perlawanan yang dikobarkan sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Ladin, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adi daya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom jalanan dan serangan jibaku untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing di negara terkoyak perang tersebut.

Bom rakitan, yang dikenal dengan IED, mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing, kata tentara.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009