PBB, New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon pada Selasa di Markas Besar PBB, New York, membuka United Nations Climate Change Summit dengan mengingatkan bahwa waktu sudah sangat mendesak bagi dunia untuk mempercepat aksi dalam menghadapi pemanasan global.

Pertemuan tingkat tinggi terbesar mengenai Perubahan Iklim itu dihadiri oleh lebih dari 100 kepala negara/pemerintahan, termasuk Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Presiden China Hu Jintao, dan perdana menteri Jepang yang baru terpilih, Yukio Hatoyama.

Pemimpin dunia lainnya yang hadir antara lain PM Inggris Gordon Brown, PM Australia Kevin Rudd, PM Italia Silvio Berlusconi, PM Thailand Abhisit Vejjajiva, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Timor Leste Ramos Horta.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak hadir pada pertemuan tersebut --diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar-- namun Yudhoyono menyampaikan pernyataan melalui video.

Dalam kesempatan itu Ban mendesak negara-negara untuk dapat membuat kesepakatan di Kopenhagen menyangkut tindakan untuk menangani pemanasan global.

Perwakilan lebih dari 100 negara akan melakukan pertemuan di Kopenhagen, Denmark, pada Desember mendatang untuk merundingkan kesepakatan soal perubahan iklim untuk periode pasca tahun 2012, yaitu saat Protokol Kyoto berakhir.

Pada konferensi tersebut di Kopenhagen, negara-negara diharapkan dapat menyelesaikan perundingan di antara mereka tentang kesepakatan untuk mengendalikan pembuangan gas rumah kaca.

Jika tercapai, kesepakatan itu diharapkan akan mulai dijalankan pada 2012 nanti.

Ban mengisyaratkan kekecewaannya bahwa selama ini perundingan-perundingan menjelang konferensi Kopenhagen berjalan lebih lambat dari yang diharapkan.

"Perundingan soal perubahan iklim berjalan seperti melelehnya `gletser` (bongkahan es, red). (Padahal) gletser-gletser di dunia sekarang sedang meleleh jauh lebih cepat dibandingkan kemajuan yang dibuat manusia dalam melindunginya --dan melindungi kita," keluh Ban.

Ban mengingatkan bahwa dunia hanya memiliki waktu 80 hari sebelum dimulainya Konferensi Kopenhagen, yaitu untuk menyelesaikan kesepakatan ambisius untuk dilaksanakan pada 2012.

"Tim-tim perunding Anda membutuhkan dukungan politik dan arahan dari Anda untuk menyelesaikan masalah-masalah mendasar.. untuk mempercepat perundingan... dan untuk memperkuat ambisi (kesepakatan) yang ditawarkan," tegurnya kepada para pemimpin dunia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rekaman pernyataannya mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara penyelenggara Konferensi Perubahan Iklim di Bali hampir dua tahun lalu --yang menghasilkan kesepakatan bersejarah berupa Rencana Aksi Bali-- menegaskan bahwa perjalanan sejak konferensi di Bali itu harus diselesaikan oleh semua pihak.

Konferensi Kopenhagen, kata Yudhoyono, harus bisa menghasilkan kesepakatan yang menjamin iklim dunia di masa depan menjadi lebih aman.

"Ingat: Kita bisa berunding `tentang` iklim, tapi kita tidak bisa berunding `dengan` iklim. Kita tidak bisa minta waktu lebih banyak kepada iklim," ujarnya.

Menurut Presiden, negara-negara maju harus memimpin upaya menangani perubahan iklim, dan negara-negara berkembang juga harus mau melibatkan diri dengan aksi-aksi yang lebih luas untuk berbagai upaya penanganan.

Yudhoyono mengungkapkan bahwa perubahan iklim merupakan salah satu prioritas kunci bagi anggaran nasional Indonesia untuk tahun 2010.

Anggaran yang dialokasikan untuk menangani perubahan iklim mencapai setengah miliar dolar AS, termasuk untuk menjaga dan memperluas hutan-hutan tropis di Indonesia.

Indonesia juga berinisiatif menjalin kerjasama dengan 10 negara pemilik hutan tropis dalam menangani pemanasan global.

Di bidang maritim, Indonesia juga memprakarsai kerjasama dengan lima negara lainnya melalui Coral Triangle Initiative (CTI) untuk menjaga ketahanan sumber daya maritim dan pantai di kawasan.

Acara pembukaan UN Climate Change Summit juga menghadirkan sejumlah pembicara, termasuk Presiden Barack Obama, Presiden Hu Jintao, Presiden Nicolas Sarkozy dan PM Yukio Hatoyama.

Hu Jintao menjadi sorotan cukup luas karena dalam pernyataannya ia mengungkapkan rencana ambisius China yang akan melakukan penanaman untuk hutan tropis seluas wilayah negara Norwegia serta dalam 10 tahun sudah dapat menggunakan 15 prosen energinya dari sumber-sumber terbarukan.

Negara-negara maju terus didesak berbagai pihak untuk memenuhi komitmen mereka memangkas pembuangan gas sebesar 20 prosen pada 2020.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009