Makassar (ANTARA News) - Perusahaan tambang nikel PT International Nickel Indonesia (PT Inco Tbk) yang beroperasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dinilai bandel karena tidak mau mendengarkan permintaan masyarakat dan pemerintah setempat.

"Masalah Inco sudah lama terjadi, sudah berulang kali kita sampaikan, hanya saja mereka bandel," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sulsel Azis Kahar Muzakkar saat bersilaturahmi dengan pimpinan DPRD Sulsel di Makassar, Kamis.

Menurut politisi asal Tanah Luwu ini, sudah berulangkali mereka meminta kepada PT Inco agar merekrut pimpinan yang berasal dari putra daerah, namun tidak pernah dilaksanakan.

Hal tersebut kata dia yang menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan masyarakat Luwu, yang berpotensi menimbulkan konflik.

Ketua DPRD Sulsel Muh Roem menyebutkan, pajak yang didapat Pemprov Sulsel maupun Pemkab Lutim dan Lutra dari PT Inco sangat kecil jika dibandingkan dengan yang didapat pusat.

Jumlah tersebut juga sangat kurang jika dibandingkan dengan area perusahaan tambang yang menguasai lahan 100 hingga 1000 mil.

"Pajak-pajak yang besar semua larinya ke pusat, hanya sedikit yang singgah di daerah," jelasnya.

Roem menambahkan, meski Inco telah membayar kewajibannya ke pusat di bidang kehutanan, tetapi bukan berarti Inco bebas membuat kerusakan hutan di kawasan tambang, yang disinyalir sangat luas.

Masalah lain kata dia, PT Inco melakukan perubahan kepemilikan tanah ulayat kepada investor Brasil, serta tetap melakukan Pemutusah Hubungan Kerja (PHK) walaupun ditentang Pemprov Sulsel.

Dari PT Inco tahun 2008 Pemprov Sulsel mendapatkan, sekitar 15 ribu dolar AS atau Rp155 miliar, terdiri atas iuran tetap (land rent) sekitar Rp862 juta, iuran eksploitasi (ore royalty) sekitar Rp93,6 miliar, dan iuran water levy sekitar Rp80,8 miliar.

Iuran tetap merupakan bagi hasil Pemprov Sulsel dengan Sulteng dan Sultra, iuran eksploitasi hasil bagi dari Sulsel, Kabupaten Penghasil dan Kabupaten lain, sedang iuran water levy adalah hasil bagi Sulsel dengan Kabupaten penghasil.

Untuk kas negara dari sektor Pajak Pengelolaan Hutan (PPH) 21 Soroako mencapai 14,9 juta dolar AS atau Rp146 miliar, serta Pajak Bumi dan Bangunan 1,7 juta dolar AS atau Rp19 miliar.

Sementara sumbangan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 370 ribu dolar AS atau Rp3,5 miliar, pajak air 23 ribu dolar atau Rp230 juta.

Juga masuk ke kas negara Pajak Galian C, 440 ribu dolar AS atau Rp4,5 miliar, serta retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 449 ribu dolar atau Rp5 miliar. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009