Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Kamis, mengatakan, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan abolisi bisa digunakan untuk menghentikan perkara yang melibatkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Mahfud memaparkan, SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) bisa dikeluarkan polisi bila tidak terdapat bukti dan dokumen yang kuat sehingga kasus tersebut bisa dilimpahkan hingga ke pengadilan.

Sedangkan cara kedua, adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan abolisi yang merupakan hak konstitusional Presiden berdasarkan UUD 1945.

Ia memaparkan, abolisi terhadap penghentian proses hukum terhadap suatu kasus dinamakan deponering (penghentian selamanya kasus hukum sebuah perkara).

Namun, Ketua MK menuturkan, deponering hanya bisa dikeluarkan oleh presiden bila didasari oleh alasan yang luar biasa, sehingga baginya sangat kecil kemungkinan Presiden mengeluarkan abolisi terkait kasus yang melibatkan para pimpinan KPK nonaktif tersebut.

Mahfud secara pribadi menginginkan agar kasus tersebut dapat diungkap sampai setuntas-tuntasnya tetapi dengan tidak ada rekayasa dari pihak manapun yang terkait.

Kamis pagi ini MK memutuskan tidak mengabulkan permohonan Bibit-Chandra yang meminta Mahkamah memerintahkan Polri menunda pelimpahan perkara dan agar Kejaksaan Agung menolak pelimpahan perkara yang melibatkan Bibit-Chandra.

Namun, dalam putusan selanya MK menyatakan Bibit dan Chandra tidak dapat diberhentikan sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan. Dengan demikian, Presiden tidak diperkenankan mengeluarkan surat pemberhentian tetap sebelum perkara yang melibatkan kedua orang itu memiliki putusan akhir yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009