Kolombo (ANTARA News/AFP) - Komandan militer penting Sri Lanka Jendral Sarath Fonseka akan diperiksa oleh pihak berwenang Amerika Serikat atas dugaan melakukan kejahatan perang dalam perang terhadap pemberontak Macan Tamil, kata sebuah laporan, Minggu.

Surat kabar Sunday Times milik swasta memberitakan Fonseka, yang sedang mengunjungi anak-anak perempuannya di Oklahoma, telah diminta hadir dalam satu wawancara dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Rabu.

Tindakan itu "memicu kekhawatiran di Kolombo bahwa Washington akan menegakkan wewenang hukumnya menyangkut laporan `kejahatan perang` yang dikeluarkan bulan lalu", kata surat kabar itu --yang mengacu kepada satu dokumen Departemen Luar Negeri AS mengenai apa yang disebut kejahatan perang.

Laporan itu menguraikan perbuatan pasukan keamanan dan pihak pemberontak Macan Tamil dalam tahap-tahap akhir perang awal tahun ini. Laporan yang diajukan kepada Kongres AS itu, pendeknya mengacu kepada tindakan Fonseka yang melampaui batas.

Belum ada komentar dari Kementerian Luar Negeri Sri Lanka atau kedutaan besar AS di Kolombo, tetapi surat kabar Sunday Times mengatakan kedutaan besar Sri Lanka di Washington memberikan bantuan hukum kepada Fonseka.

Fonseka adalah pemegang Kartu Hijau AS dan mengunjungi AS pekan lalu untuk menemui dua putrinya di Oklahoma.

Laporan Departemen Luar Negeri AS itu menyatakan pemberontak Macan Tamil mengambil anak-anak pria dan gadis untuk bergabung dalam pasukan gerilya mereka, dan pasukan pemerintah melanggar gencatan senjata serta membunuh pemberontak yang menyerah.

Deplu juga mengutip laporan yang menyatakan pasukan pemerintah atau paramiliter dukungan pemerintah "menculik dan juga membunuh para warga sipil Tamil terutama anak-anak dan para pemuda".

Laporan itu mencakup periode dari Januari -- ketika pertempuran meningkat -- sampai akhir Mei, ketika pasukan Sri Lanka mengalahkan pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) pada akhir pemberontakan separatis puluhan tahun di negara itu.

Sri Lanka pekan lalu mengumumkan pihaknya membentuk satu tim untuk menyelidiki tuduhan itu setelah sebelumnya membantah berita itu sebagai "belum dibuktikan kebenarannya."

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009