Kolombo (ANTARA News/AFP) - Panglima militer Sri Lanka Jenderal Sarath Fonseka pulang ke negaranya Kamis setelah mempersingkat lawatannya ke AS untuk menghindari pertanyaan pihak berwenang mengenai tuduhan seputar kejahatan perang yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga sipil Tamil.

Kementerian Luar Negeri di Kolombo mengatakan, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) ingin berbicara dengan Sarath Fonseka mengenai kejahatan perang yang dituduhkan dilakukan selama kekalahan pemberontak Macan Tamil pada tahun ini.

"Kami mempermudah kepergian segera Jenderal Fonseka sebelum pertemuannya Rabu dengan DHS," kata Menteri Luar Negeri Sri Lanka Rohitha Bogollagama.

Ia menyatakan, Fonseka sebelumnya setuju untuk diwawancarai namun pemerintah Sri Lanka khawatir ia akan diminta memberikan bukti untuk melawan Menteri Pertahanan Gotabhaya Rajapakse.

"Jenderal Fonseka adalah seorang pejabat negara tingkat tinggi dan sikap kami adalah ia tidak bisa digunakan sebagai sumber untuk menentang seorang pejabat tingkat tinggi lain," kata Bogollagama.

Fonseka, yang memiliki tempat tinggal tetap di AS, pergi ke Oklahoma untuk mengunjungi dua putrinya.

Gotabhaya Rajapakse, adik dari Presiden Mahinda Rajapakse, sebelumnya diinterogasi oleh pihak berwenang imigrasi ketika ia mengunjungi New York sebagai bagian dari delegasi Sri Lanka pada sidang Majelis Umum PBB pada September.

Sebuah laporan Kementerian Luar Negeri AS yang diajukan ke Kongres bulan lalu menuduh baik pemerintah Sri Lanka maupun Macan Tamil melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM serius pada bulan-bulan akhir konflik.

Fonseka disebut-sebut dalam laporan AS itu, yang sebelumnya telah dibantah oleh Kolombo sebagai tidak benar, namun kemudian mereka berjanji akan menyelidiki tuduhan itu.

Sri Lanka mendapat tekanan internasional agar menyelidiki tuduhan-tuduhan mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang selama tahap-tahap final perangnya terhadap pemberontak Macan Tamil, yang dikalahkan pada Mei lalu.

Termasuk klaim-klaim yang dirinci dalam laporan AS itu adalah tuduhan bahwa para pemimpin Macan Tamil telah mencapai kesepakatan penyerahan diri dengan pasukan pemerintah namun mereka kemudian dieksekusi.

Pemerintah ultranasionalis Sri Lanka sejauh ini menolak seruan-seruan bagi penyelidikan kejahatan perang selama penumpasan militer terhadap pemberontak separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) dan berhasil terhindar dari debat Dewan Keamanan PBB mengenai masalah itu berkat dukungan dari China dan Rusia.

PBB menyatakan, lebih dari 7.000 warga sipil mungkin tewas dalam lima bulan sebelum perang berakhir pada Mei dengan kekalahan Macan Tamil.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Tamil juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Sebelum dikalahkan total, gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Masyarakat luas internasional menyuarakan kekhawatiran mengenai jumlah warga sipil yang tewas dalam babak terakhir perang, sementara kelompok-kelompok bantuan mencemaskan keselamatan 300.000 warga Tamil yang ditahan di kamp-kamp yang dikelola pemerintah Sri Lanka.

AS, yang memelopori kecaman-kecaman atas kematian warga sipil dalam ofensif final militer terhadap pemberontak Macan Tamil, juga menyuarakan kekhawatiran mengenai korban-korban yang terlantar.

Lebih dari 70.000 orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka sejak 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009