Jakarta, (ANTARA News) - Penyidik Direktorat II Badan Reserse Kriminal Polri terus memeriksa pengusaha Anggodo Widjoyo terkait dugaan rekayasa kasus kriminalisasi dua pemimpin nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Hari ini, klien kami akan diperiksa lagi. Apa yang ditanyakan nanti, ya saya tidak tahu. Yang tahu kan penyidik," kata pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang di Jakarta, Jumat.

Bonaran mengatakan hal itu di Mabes Polri sebelum masuk ke ruang penyidikan untuk mendampingi kliennya yang telah diperiksa penyidik Polri sejak Selasa (3/11) malam.

"Pada pemeriksaan sebelumnya, masalah isi rekaman yang ditanyakan dan soal materi hari ini, ya belum tahu," katanya menegaskan.

Ia mengatakan, kendati Anggodo terus diperiksa tanpa status yang jelas namun kliennya tidak akan mempermasalah hal itu.

"Kita ikut saja dan dia bersedia diperiksa hingga permasalahan ini dapat dipahami oleh masyarakat," katanya.

Kendati telah diperiksa tiga hari, namun Polri belum menemukan bukti untuk menahan Anggodo.

Anggodo adalah adik Anggoro Widjoyo yang kini menjadi buronan KPK dalam kasus korupsi di Departemen Kehutanan. Dia kabur ke Singapura.

Polri menangkap Anggodo karena diduga menjadi pemeran sentral dalam kasus dugaan rekayasa kasus yang menyebabkan dua pemimpin nonaktif KPK yakni Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto menjadi tersangka penyalahgunaan wewenang.

Peran Anggodo terkuak ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutar rekaman pembicaraan dalam persidangan yang berlangsung terbuka, 3 November 2009.

Dalam rekaman yang merupakan hasil penyadapan telepon oleh KPK, Anggodo punya peran untuk merekayasa kasus agar Chandra dan Bibit dipidanakan.

Isi rekaman juga menyebut keterlibatan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.

Nama lain muncul dalam rekaman itu adalah mantan Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto, seorang wanita bernama Yuliana dan beberapa penyidik Polri.

Akibat munculnya rekaman itu, Susno dan Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membentuk tim berjumlah delapan orang untuk mengusut kasus ini.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009