Kandahar, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Ratusan gerilyawan Taliban yang ditahan di sebuah penjara Afghanistan melakukan aksi mogok makan selama tiga hari untuk menuntut perbaikan kondisi penahanan mereka, kata seorang pejabat dan seorang tahanan, Rabu.

Dengan menyebut para gerilyawan itu sebagai "tahanan politik", Toryalai Wesa, gubernur provinsi Kandahar, Afghanistan selatan, mengatakan, seluruh 350 orang Taliban yang ditahan di penjara Sarpoza menolak makan sejak Minggu.

Polisi setempat, aparat intelijen dan delegasi kementerian kehakiman mengunjungi penjara itu untuk mendengarkan tuntutan mereka dalam upaya yang gagal untuk mengakhiri aksi mogok makan itu, katanya.

"Sebuah delegasi gabungan yang mencakup pemimpin agama, pejabat pemerintah Kandahar, anggota dewan provinsi dan sesepuh suku bersiap-siap melakukan pembicaraan dengan mereka untuk berusaha mengakhiri aksi mogok itu," tambahnya.

Salah seorang tahanan bernama Hafizullah mengatakan kepada AFP, pemogok memiliki empat tuntutan dan akan menolak makan sampai tuntutan-tuntutan itu dipenuhi.

"Tuntutan-tuntutan kami adalah kami diperlakukan dengan baik, tamu kami tidak diperlakukan sewenang-wenang atau menjadi sasaran pengawasan, dan kami memperoleh makanan dan perawatan kesehatan yang lebih baik," katanya melalui telefon.

Jurubicara Taliban Yousuf Ahmadi mengatakan, aksi mogok makan itu dilakukan akibat penghinaan oleh seorang prajurit pro-pemerintah yang menyulut perkelahian.

"Ia (prajurit itu) menghina kepemimpinan Taliban, sehingga orang-orang Taliban memukulinya, kemudian aparat-aparat penjara memukuli Taliban dengan parah sehingga mereka dibawa ke rumah sakit," katanya dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Penjara Sarpoza adalah tempat penahanan utama di kota Kandahar, ibukota provinsi Kandahar dan pusat spiritual militan meski pasukan pimpinan AS telah menggulingkan rejim Taliban di Kabul pada 2001.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Terdapat lebih dari 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Lebih dari 400 prajurit asing tewas sejak Januari, yang menjadikan 2009 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009