Kupang (ANTARA News ) - Sembilan orang nelayan Indonesia yang saat ini menjalani penahanan di Darwin, Australia Utara, menyayangkan pernyataan seorang staf Konsulat RI di Darwin Wahono yang menyebut "nelayan Indonesia sangat tergiur mengambil teripang di dasar Laut Timor".

"Kami sangat menyayangkan pernyataan tersebut....," kata Gab Oma (33), seorang nelayan asal Oesapa Kupang yang tengah menjalani penahanan di Darwin bersama delapan orang nelayan lainnya, melalui jaringan telepon internasional kepada Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni di Kupang, Senin.

"Kami tidak pernah mencuri teripang seperti yang diucapkan Pak Wahono kepada pers Australia, sehingga ditangkap oleh patroli AL Australia...Ini sebuah pernyataan yang sangat menyesatkan bagi kami sebagai anak Bangsa Indonesia. Pak Wahono sepantasnya tidak boleh mengatakan hal demikian, jika tidak mengetahui duduk persoalan," kata Gab Oma menambahkan.

"Kami juga tidak pernah mengakui hal itu kepada Pak Wahono ketika datang menjenguk kami di tahanan imigrasi Australia di Darwin, minggu lalu," katanya menambahkan.

"Kepada Pak Wahono, kami katakan bahwa 40 ekor teripang yang ditangkap itu masih dalam wilayah perairan Indonesia dan hanya untuk konsumsi semata, bukan untuk tujuan komersial," katanya.

Ketua YPTB Ferdi Tanoni juga menyatakan penyesalannya atas tindakan Wahono yang telah memberikan vonis terhadap anak bangsanya sendiri sebelum Pengadilan Australia memutuskan perkara tersebut.

"Konsulat RI di Darwin seharusnya melakukan protes terhadap Pemerintah Australia untuk segera membebaskan sembilan orang nelayan tersebut, karena mereka diambil secara paksa oleh patroli AL Australia di perairan Indonesia," kata mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia itu.

Penulis buku "Skandal Laut Timor Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" itu menambahkan, "Tindakan Australia tersebut sama artinya dengan melakukan penculikan terhadap warga negara Indonesia, karena menggiring nelayan kita dari wilayah perairan Indonesia".

Tanoni berpendapat, Konsulat RI di Darwin seharusnya menyediakan pengacara untuk memberikan pembelaan terhadap sembilan orang nelayan yang ditahan itu dan tidak menggampangkan masalah ini dengan meminta Pemerintah Australia untuk menunjuk pengacara agar membela warga negara Indonesia yang tengah bermasalah.

"Saya menilai, Konsulat kita di Darwin tidak pernah berbuat maksimal terhadap para nelayan tradisional Indonesia yang diperkarakan di Australia," katanya.

Ia mencontohkan, dua tahun lalu beberapa nelayan dibebaskan oleh Pengadilan Australia Utara karena tidak mendapati kesalahan mereka memasuki perairan Australia sebagaimana yang dituduhkan.

Meskipun demikian, perahu mereka telah dirampas dan dibakar oleh aparat Australia, akan tetapi hingga hari ini tidak ada kompensasi ganti rugi dari Australia dan pihak Konsulat RI di Darwin juga diam saja tanpa berbuat banyak.

"Padahal staf Konsulat RI di Darwin Wahono telah berjanji untuk mengurus kompensasi tersebut kepada pemerintah Australia. Sampai detik ini, janji itu tidak pernah terealisasi sampai sembilan orang nelayan kita diculik Australia dari perairan Indonesia hanya karena mengambil 40 ekor teripang," kata Tanoni menambahkan.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009