Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menolak peringatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang melarang stasiun televisi menyiarkan secara langsung sidang pengadilan, karena melanggar hak asasi manusia (HAM) dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Apabila sidang dinyatakan untuk umum, maka wartawan dapat meliput persidangan itu termasuk melakukan siaran langsung," demikian pernyataan resmi PWI Pusat yang ditandatangani Ketua Bidang Advokasi Wartawan, Torozatulo Mendrofa SH, MHum, di Jakarta, Senin.

PWI Pusat mengeluarkan pernyataan penolakan tersebut berkaitan dengan Surat Keputusan KPI Pusat Nomor 541/K/KPI/10/09 tertanggal 18 Oktober 2009 perihal "peringatan" kepada direktur utama seluruh stasiun televisi (TV) untuk tidak menayangkan siaran langsung (live) sidang di pengadilan.

KPI dalam alinea pertama surat peringatannya itu mengacu banyaknya pelanggaran yang dilakukan beberapa stasiun TV yang menyiarkan secara langsung maupun tayangan ulang pembacaan dakwaan jaksa pada 8 Oktober 2009 pukul 09.00 WIB yang mendeskripsikan secara vulgar tentang perbuatan mesum terdakwa Antasari Azhar yang mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

KPI menilai tayangan tersebut bertentangan dengan UU Penyiaran Pasal 36 ayat (5) huruf b dan Standar Program Siaran (SPS) KPI Pasal 13, Pasal 17, Pasal 19 ayat (3), Pasal 39 dan Pasal 50.

KPI dalam alinea penutup surat peringatannya menegaskan akan menjatuhkan sanksi yang lebih berat sebagaimana dibenarkan UU Penyiaran.

Namun demikian, PWI Pusat menilai bahwa peringatan KPI Pusat tersebut justru bertentangan dengan semangat HAM dan UUD 1945 Pasal 28 F yang menegaskan bebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi.

"Tidak ada satupun pasal atau ayat dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU lainnya yang melarang media elektronik melakukan siaran langsung, khususnya persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum," ujar Torozatulo.

PWI Pusat mencatat, mengenai ketentuan yang harus diperhatikan wartawan media elektronik dalam melaksanakan tugasnya, baik siaran langsung maupun siaran tunda maupun dalam menyajikan berita, terutama isi siaran ada dalam pasal 36 UU Penyiaran, dan bahasa asing dalam pasal 37 UU Penyiaran, serta kode etik jurnalistik dalam pasal 42 UU Penyiaran.

PWI Pusat menyarankan, ada baiknya setiap ada pengaduan seputar isi siaran dan berita atau program siaran, maka KPI sebaiknya jangan langsung mengambil sikap yang dapat bertentangan dengan kemerdekaan pers. Ada baiknya KPI terlebih dulu mendengar pihak teradu/pelapor dengan pengujian bukti-bukti.

Bahkan, KPI yang melarang siaran langsung di pengadilan oleh televisi secara langsung dapat digolongkan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi wartawan sesuai pasal 4 ayat (2 dan 3) UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sehingga dapat dikenakan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Oleh karena itu, PWI Pusat mengharapkan KPI Pusat mengurungkan larangan kepada televisi untuk menyiarkan persidangan secara langsung. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009