Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta payung hukum tentang aturan pemberian insentif kepada pejabat daerah dari hasil pungutan pajak dihapus.

"Kepada Depdagri untuk mencabut Permendagri tentang hal itu," kata Wakil Ketua KPK Haryono ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.

Haryono mengatakan hal itu terkait proses penyelidikan dugaan korupsi insentif biaya pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Provinsi DKI Jakarta.

Haryono mengatakan, permintaan pencabutan itu sudah disampaikan sejak Desember 2008. Menurut Haryono, Depdagri menjanjikan, aturan terkait akan dicabut pada Januari 2009.

"Kalau dicabut, otomatis aturan daerah yang mengacu di sana dicabut juga," kata Haryono.

Selain itu, KPK meminta kepada seluruh instansi agar tidak menggunakan dana mengendap yang berasal dari upah pungut pajak. Hal itu dilakukan untuk menghindari potensi tindak pidana korupsi.

Dalam penyelidikan dugaan korupsi insentif biaya pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Provinsi DKI Jakarta, KPK telah meminta keterangan beberapa pihak, antara lain mantan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Ritola Tasmaya dan Ketua DPRD DKI Jakarta Ade Surapriyatna. Keduanya mengaku menerima insentif dari pungutan pajak daerah dan PBB.

Menurut Ade, DPRD DKI mendapat jatah alokasi insentif pungutan pajak daerah sebesar Rp60 juta per tahun untuk setiap anggota Dewan. "Jadi tiap bulan menerima Rp5 juta," kata Ade.

Sedangkan dari pungutan PBB, Ade menyebutkan ada alokasi Rp2 miliar per tahun untuk 75 anggota DPRD. Dengan demikian, setiap anggota DPRD Jakarta menerima Rp2 juta setiap bulannya.

Insentif itu diterima dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta melalui Sekretariat DPRD. "Jadi tidak langsung ke pimpinan," katanya.

Ade menjelaskan, insentif bulanan itu diterima anggota DPRD setiap tiga bulan .

Ade mengaku ditanya oleh petugas KPK apakah anggota DPRD bisa digolongkan sebagai bagian dari perangkat pemerintahan daerah, sehingga berhak menerima insentif pungutan pajak.

Ade mengatakan, DPRD memang tidak termasuk perangkat daerah. Menurut dia, perangkat daerah adalah seluruh penyelenggara daerah dibawah gubernur.

Namun demikian, Ade menegaskan, DPRD termasuk dalam perangkat pemerintahan daerah yang bisa menerima insentif tersebut. Ade juga beralasan DPRD memiliki perangkat yang membidangi perpajakan.

Ade mengatakan, semua pihak yang terkait dengan aturan tentang insentif biaya pungutan pajak daerah dan PBB harus dimintai kerangan oleh KPK, termasuk Gubernur DKI yang menjabat saat aturan itu terbit.

Berdasarkan pasal 7 Perda nomor 16 tahun 2004 tentang Pemberian Biaya Pungutan Pajak Daerah Kepada Instansi Pemungut Dan Instansi Penunjang Lainnya, besar alokasi insentif diatur dengan peraturan gubernur.

Sementara itu, berdasar Peraturan Gubernur Nomor 36 tahun 2006 Tentang Analisis Jabatan Pada Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta adalah gubernur beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Sedangkan yang dimaksud dengan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas Sekretaris Daerah, Sekretariat DPRD, dinas, lembaga teknis daerah baik badan maupun kantor, wilayah Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, kecamatan dan kelurahan, serta satuan polisi pamong praja sesuai dengan peraturan perundangan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009