Serang (ANTARA News) - Penangguhan penahanan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten kepada tersangka kasus dugaan penyuapan pada pinjaman Pemkab Pandeglang ke Bank Jabar-Banten Cabang Pandeglang senilai Rp200 miliar, Ahmad Dimyati Natakusuma dinilai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dinilai janggal.

"Penangguhan itu aneh, alasan Kejati karena posisi Dimyati sebagai anggota DPR RI, ini jelas keliru, karena delik pidana kasus ini terjadi saat Dimyati menjabat sebagai bupati," Ketua Divisi Investigasi ICW Agus Sumaryanto di Serang, Minggu.

Oleh karena itu, rencananya, ICW akan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi atas kinerja Kejati Banten, terkait dengan dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan atas Dimyati.

Menurut Agus, penilaian ICW yang menyatakan penangguhan penahanan Dimyati janggal, berdasarkan pengamatan ICW, terjadi sejak perkara yang menimpa mantan Bupati Pandeglang tersebut terkuak.

"Dengan kewenangan berlebih, KPK bisa saja menelusuri proses penyidikan kasus ini. Bukan tidak mungkin KPK nanti akan mengambilalih," terangnya.

Agus menjelaskan, dengan otoritas politik yang dimiliki Dimyati selaku anggota DPR, proses penangguhan terhadap dirinya dinilai terjadi karena kepentingan politik.

Seharusnya, lanjut Agus, ketika hendak melakukan penahanan, Rabu (11/11), tim penyidik Kejati Banten terlebih dahulu meyakini barang bukti yang dimilikinya.

"Seusai KHUP, minimal ada dua alat bukti yang cukup untuk bisa melakukan penahanan terhadap seseorang. Ini membuktikan kinerja mereka (kejati) lemah. Harusnya itu dipertimbangkan sejak awal," ujarnya.

Selain itu, jelas Agus, penangguhan penahanan terhadap Dimyati, melanggar prinsip persamaan di muka hukum. Ini merujuk pada penanganan kasus serupa dengan empat tersangka lain.

"Dua dari empat tersangka itu diketahui sebagai pimpinan DPRD Pandeglang saat itu (HM Acang dan Wadudi Nurhasan ). Penangguhan penahanan mereka tidak dikabulkan padahal peran mereka penting dalam menjalankan roda pemerintahan," katanya.

Agus mewakili ICW, mengimbau masyarakat untuk benar-benar aktif melakukan pengawasan terhadap kinerja majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, yang bakal menyidangkan kasus tersebut.

Selama tahun ini, tegas Agus,ICW mencatat dari 300 tindak pidana korupsi yang ditangani peradilan umum selama tahun ini, 60 persen di antaranya berujung pada bebasnya terdakwa, hal itu jauh berbeda dengan peradilan tindak pidana korupsi.

"Di pengadilan tindak pidana korupsi, 99 persen terdakwa pasti dinyatakan bersalah dan diganjar hukuman penjara," Agus menyudahi analisanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009