Denpasar (ANTARA News) - Sebuah karya foto tidak akan berarti apa-apa jika tidak dilengkapi dengan penjelasan teks tentang suatu peristiwa tersebut, kata fotografer senior Oscar Motulloh.

"Foto jurnalistik menyajikan sebuah peristiwa yang digambarkan secara visual. Namun karya foto itu bisa menimbulkan banyak persepsi bagi yang melihat jika tidak diberi keterangan atau teks," ujar Oscar Motulloh yang juga Kepala Divisi Mandiri Foto LKBN ANTARA di Denpasar, Selasa.

Direktur Galeri Foto Jurnalistik ANTARA itu hadir sebagai pembicara dalam pelatihan jurnalistik kehumasan dalam rangka HUT ke-72 Perum LKBN ANTARA bersama dengan pemateri jurnalistik tulis Maria D Andriana, Manajer Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA.

Pada kesempatan itu sejumlah karya foto kenamaan dari luar negeri diperlihatkan sebagai gambaraan karya foto jurnalistik yang bisa dijadikan pelajaran bagi para fotografer, termasuk yang bekerja di hubungan masyarakat atau humas.

Oscar juga memberi kiat-kiat dan teknik pemotretan yang baik dan benar sehingga mempunyai nilai jurnalistik. Iapun mengutip beberapa pendapat ahli fotografi asing tentang foto jurnalistik yang memiliki karakteristik tertentu dan mesti dipahami.

Dikatakan pria berambut panjang ini, dasar foto jurnalistik merupakan gabungan antara gambar dan fakta. Keseimbangan data tertulis pada teks gambar adalah hal yang mutlak.

"Sehingga "caption" atau keterangan gambar sangat membantu informasi dan pengertian tentang imaji atau gambar bagi masyarakat penikmat foto," katanya.

Bagi petugas humas yang biasa mendokumentasikan semua kegiatan para pejabat atau aktivitas pembangunan lainnya, kata Oscar, bisa memiliki karya foto jurnalistik. Untuk itu seorang fotografer harus menguasai dasar dan teknis pengambilan foto.

"Penguasaan teknis dibutuhkan oleh fotografer untuk mendapatkan foto yang menarik," ujarnya.

Hal yang penting diketahui dalam foto jurnalistik adalah tetap mengambil fokus pada manusia dan elemen-elemen lain yang membangun sebuah peristiwa. Dunia fotografi juga seni bagaimana melihat peristiwa yang sebenarnya.

Karena itu hal terpenting dilakukan seorang fotografer adalah bagaimana bisa menangkap ekspresi manusia sebagai obyek bidikan foto. Menangkap ekspresi menjadi bagian penting dalam fotografi, bagaimana fotografer mampu melihat rangkaian peristiwa.

Oscar lalu memperlihatkan bagaimana surat kabar mengangkat headline dan foto saat meninggalnya mantan Presiden Soeharto. Masing-masing media memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat peristiwa wafatnya Pak Harto yang ditunjukkan dengan ekspresi foto yang berbeda-beda.

"Pers kadangkala berada dimana angin bertiup," kelakarnya disambut tawa peserta diklat.

Ia juga meminta petugas humas yang mendokumentasikan foto-foto kegiatan di institusinya terus terlibat seperti kegiatan wartawan. "Jangan sampai hanya sekedar mendokumentasikan untuk kepentingan di dalam saja," katanya.

Kegiatan Diklat Jurnalistik diakhiri dengan sambutan Kapala LKBN Antara Biro Bali Tunggul Susilo yang berharap agar setelah kegiatan ini para peserta bisa menularkan pengetahuannya yang didapat atau menjadi "virus" bagi rekan-rekannya.

Mengingat saat ini perkembangan teknologi dan media massa cukup pesat sehingga humas dituntut mengimbanginya dengan meningkatkan pemahaman terkait kaidah jurnalistik agar bisa diterima publik pembaca.

"Kedepan kami berharap instansi-instansi lainnya di Bali dapat bekerjasama dengan kami untuk menyelanggaran kegiatan-kegiatan sejenis," harapnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009