Jambi (ANTARA News) - Pengamat hukum dari Universitas Jambi (Unja), Winarno SH, MH, menyatakan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap rekomendasi Tim Delapan terkait kasus Bibit Samad Rianto-Chandra Marta Hamzah sangat bijak, tegas dan berada dalam koridor hukum.

"Sebagai kepala negara dan eksekutif SBY sudah cukup arif dengen mengedepankan kepentingan nasional dengan penuh pertimbangan," kata Winarno di Jambi, Rabu.

Ia menyebutkan, sebagai kepala negara, SBY sudah bersikap tegas sesuai wewenangnya, sebagai eksekutif dia bertindak sesuai hukum dan aturan yang berlaku, dan sebagai pemimpin ia menjadi tauladan dalam kebijakannya.

Ia menilai kasus yang menyeret dua pimpinan KPK itu kasus sengketa elit penegak hukum yang membawa bendera institusi untuk membela ego para elit tersebut, dan dikomentari pakar hukum yang membuat masyarakat kian bingung.

Sikap SBY yang menyatakan kasus dua pejabat tinggi KPK non aktif itu diselesaikan di luar pengadilan sudah sangat tepat, untuk menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa yang sudah sempat terbelah.

Penyelesaian kasus yang menjerat dua pimpinan KPK yang telah diberhentikan sementara itu sangat tegas, karena Presiden tidak bisa melakukan sendiri proses hukumnya secara langsung, karena jika hal itu dilakukan akan melanggar konstitusi dan telah mengintervensi (proses) hukum.

Penghentian kasus tersebut hanya bisa dilakukan oleh Jaksa Agung dan Kapolri sesuai prosedur hukum, yakni bagi kejaksaan dengan adanya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) yang dikeluarkan kejaksaan.

Sikap SBY yang juga harus dilakukan tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, sudah sangat tepat untuk memulihkan citra hukum pada masyarakat dan di mata dunia.

Selanjutnya Winarno minta para pakar dan pengamat hukum tidak setengah-setengah dalam memahami kasus yang terjadi, supaya komentar yang diberikan dan dipublikasikan tidak membingungkan masyarakat.

Pemahaman pengamat dan pakar yang setengah-setengah atau tidak utuh itu, akan melahirkan komentar yang simpang siur dan membuat masyarakat bingung, yang akhirnya menimbulkan perpecahan.

"Kita juga harus memberi kesempatan pada Polri, Kejaksaan dan KPK untuk berbenah diri atau memperbaiki kinerja institusinya, agar ke depan tidak terjadi kasus yang sama, yakni satu dengan yang lainnya saling mencari kelemahan dan menjatuhkan," kata Winarno.(*) 

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009