Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia (AHTRMI) Basyaruddin Siregar mendesak segera disepakatinya hasil Konferensi Perubahan Iklim, salah satunya mengenai kompensasi pengurangan emisi.

"Seharusnya seluruh delegasi Konferensi Perubahan Iklim terutama negara-negara berkembang menyepakati agenda kompensasi pengurangan emisi," kata Basyaruddin di Jakarta, Rabu.

Salah satu butir Konferensi Perubahan Iklim membahas mengenai "Reducing Emissions from Deforestation And Forest Degradation In Developing Countries" disingkat REDD, atau Kompensasi Pengurangan Emisi Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan di negara-negara berkembang.

Butir ini seharus segera di sepakati oleh semua negara, sebab para pakar lingkungan mengkhawatirkan penebangan pohon dan pembakaran hutan di daerah-daerah tropis menyebabkan berkurangnya lebih 20 persen dari seluruh emisi karbon dioksida buatan manusia dikatakan sebagai penyebab pemanasan bumi.

Salah satu tujuan berdirinya AHTRMI untuk menghijaukan kembali hutan-hutan di Indonesia yang sudah mulai banyak mengalami kerusakan, akibat ulah tangan manusia sendiri, sebab kita ketahui hutan merupakan salah satu ekosistem sumberdaya alam hayati yang dapat diperbaharui, jelasnya.

Hutan sendiri mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional dan berfungsi pula sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, katanya lagi.

Basyaruddin mengatakan seharusnya hutan dikelola secara lestari dengan mendasarkan pada karakteristik dan sistem mekanisme internal hutan sebagai ekosistem.

Konferensi Iklim di Kopenhagen mencetuskan kesepakatan global baru yang bisa mengatasi pemanasan iklim global serta dampaknya setelah 2012, saat Protokol Kyoto berakhir.

Peningkatan suhu global berpotensi menyebabkan bencana bagi dunia. Kesepakatan global baru juga dibutuhkan untuk mendorong terjadinya transfer teknologi dan agar negara berkembang turut mendanai perlindungan hutan.

Selain itu kesepakatan global dibutuhkan untuk menjamin agar masyarakat yang termiskin di dunia tidak mengalami penderitaan yang terlalu berat akibat perubahan iklim ini mendatang, jelasnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009