Bogor (ANTARA News) - Pakar ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Ricky Avenzora, Msc mengemukakan bahwa pembangunankepariwisataan di Indonesia masih terjebak pada mitos devisa lebih utama ketimbang mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman).

"Padahal sesungguhnya untuk Indonesia, potensi devisa dari wisman jauh lebih besar," katanya pada lokakarya "Pengembangan Kurikulum Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Ahli Madya dan Peran Program Keahlian Ekowisata IPB Dalam Bidang Pariwisata Nasional" di Bogor, Jabar.

Sebagai pembicara kunci pada lokakarya yang diselenggarakan Program Keahlian Ekowisata Direktorat Diploma III IPB, ia melanjutkan bahwa sebagai konsekuensi mitos dimaksud, maka selama ini pembangunan kepariwisataan cenderung untuk mengutamakan wisatawan, dan mengorbankan masyarakat lokal.

Ia menegaskan bahwa sesungguhnya pembangunan kepariwisataan harus berorientasi membagun wilayah untuk masyarakat lokal.

"Karena dengan orientasi itu, wisatawan pasti akan datang dengan sendirinya," kata Lektor Kepala pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB itu.

Menurut dia, ada sejumlah masalah umum yang selama ini masih menjadi kendala dalam membangun kepariwisataan di Indonesia, antara lain kapasitas kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang ada.

Selain itu, kata dia, "political will" negara dan pemerintah --jika tidak ingin dikatakan masih sebatas "lip service"--disebutnya masih setengah hati.

"Dalam hal `budgeting` dan administrasi keuangan, juga tidak sesuai dengan atmosfir industri jasa," kata doktor bidang "Sustainable Tourism Planning on Regional Scale" Universitas Gottingen, Jerman itu.

Secara lebih khusus, ia menganalisa posisi Departemen Kebudayan dan Pariwisata (Depbudpar), yang meski dari sejarah berdirinya departemen itu bisa dikatakan institusi ini semakin mendapat legalitas dan kekuasaan untuk menangani sektor kepariwisataan di Indonesia, namun tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) departemen ini disebutnya ibarat menjadi "kuda beban" yang kehabisan tenaga.

Menurut dia, sekurangnya ada dua hal utama yang menyebabkan departemen ini menjadi demikian. Pertama, terkait dengan kapasitas dan kualitas SDM pada masalah umum dimaksud.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009