Surabaya (ANTARA News) - Pengamat hukum dari Universitas Airlangga Herlambang, Jumat,menyatakan rencana damai Rumah Sakit Omni Internasional kepada Prita Mulyasari sebaiknya diikuti dengan pengakuan kesalahan dalam pelayanan yang dilakukan rumah sakit itu.

Dosen Hukum Tata Negara dan Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menilai damai pihak RS Omni Internasional seharusnya dilakukan sebelum materi perdata kepada Prita diajukan.

"Jika RS Omni Internasional akan melakukan damai, maka proses perdamaian itu ditawarkan sebelum perdata diturunkan ke Prita. Dan yang harus dilakukan adalah Omni membatalkan gugatan ke pengadilan negeri yang akan menghentikan gugatan," katanya.

Dalam proses pengehentian gugatan tersebut, sebaiknya dilakukan bukan karena desakan publik, tapi lebih pada pengakukan kesalahan dalam pelayanan yang dilakukan RS Omni Internasional.

"Saya rasa Prita tidak mau mengakui kesalahannya, karena dalam hal ini, dia adalah pihak yang dirugikan," katanya.

Ia menambahkan kasus Prita menjadi momentum untuk melihat apakah kebebasan berekspresi dijamin atau tidak sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.

"Kasus Prita sekaligus sebagai sebuah bentuk ujian aparat di pengadilan apakah pengadilan hak-hak perlindungan atas konsumen dan pelayanan kesehatan," katanya.

Selain itu, solidaritas yang dilakukan publik menandakan adanya perhatian publik terhadap ketidakadilan dalam masyarakat.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009