Teheran (ANTARA News/Reuters) - Para pemimpin oposisi Iran hari Minggu mendesak pendukung mereka menghadiri pemakaman Ayatollah Hossein Ali Montazeri dan mengumumkan hari perkabungan nasional, demikian dilaporkan sebuah situs reformis.

"Kami (Mirhossein Mousavi and Mehdi Karoubi) mengumumkan Senin sebagai hari perkabungan nasional... dan meminta penduduk menghadiri upacara pemakaman Ayatollah Agung pada Senin," kata situs berita Jaras mengutip sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin oposisi itu.

Ayatollah Agung Hossein Ali Montazeri, seorang pengecam sengit pemerintah yang berhaluan keras, meninggal Sabtu dalam usia 87 tahun.

Para pendukung Montazeri, seorang arsitek revolusi Islam Iran 1979 yang menggulingkan pemerintah shah dukungan AS, berdatangan ke kota suci Syiah Qom untuk menghadiri pemakaman ulama itu pada Senin, kata situs moderat Parlemannews.

Polisi antihuru-hara sudah disiagakan di jalan-jalan di Qom, kota tempat Montazeri hidup dan meninggal, kata situs reformis Tagheer. Demonstrasi di Qom akan mempermalukan pemerintah garis keras Iran, khususnya jika sejumlah besar mahasiswa ikut bergabung.

Kematian Montazeri, yang meninggal akibat serangan jantung, dilaporkan oleh media resmi pada Minggu di tengah ketegangan yang meningkat lagi di negara Islam itu, enam bulan setelah pemilihan presiden menjebloskan negara penghasil minyak besar dunia itu ke dalam krisis politik.

Pada Agustus, Montazeri mengatakan di situs beritanya bahwa penanganan pihak berwenang atas kerusuhan di jalan setelah pemilu itu "bisa mengarah pada runtuhnya rejim" dan ia mengecam kepemimpinan ulama sebagai sebuah kediktatoran.

Mousavi dan Karroubi, dua calon presiden yang kalah, tetap bersikeras bahwa pemilihan presiden pada Juni dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Protes besar berkobar sejak itu dan sejumlah besar orang ditangkap.

Lebih dari 100 reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu masih berada di dalam penjara dan telah disidangkan, atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Sejauh ini sudah lima orang yang dijatuhi hukuman mati dan 81 orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.

Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009