Mulai dari masalah COVID-19, penundaan Olimpiade Tokyo tahun ini sampai gerakan Black Lives Matter
Jakarta (ANTARA) - Sprinter top dunia Noah Lyles mengaku sudah memiliki masalah psikologis sejak masih berusia delapan tahun.

Sayangnya, masalah tersebut kian memburuk semenjak pandemi COVID-19 yang kemudian berkaitan dengan penundaan Olimpiade Tokyo serta gerakan "Black Lives Matter."

Pelari yang memenangi medali emas nomor 200 meter dan estafet 4x100 meter di Doha, Qatar pada 2019 itu mengungkapkan kini tengah mengonsumsi obat-obat anti depresi.

Baca juga: Noah Lyles sabet emas 200m putra

"Saya sudah mempunyai masalah psikologis sejak umur delapan tahun. Tapi masalah ini mulai memburuk sejak April 2020. Mungkin ini akan menjadi masa-masa tersulit dalam kehidupan saya," kata Lyles dikutip dari AFP, Jumat.

"Mulai dari masalah COVID-19, penundaan Olimpiade Tokyo tahun ini sampai gerakan Black Lives Matter. Semua masalah ini benar-benar menguras segalanya. Saya tidak tahu harus fokus pada masalah yang mana," ujar Lyles.

Meski seringkali menunjukkan ekspresi bahagia di depan kamera, namun pelari berkebangsaan Amerika Serikat itu mengaku saat ini hidupnya berada dalam kondisi terpuruk.

"Rasanya, saya ingin menyerah saja. Ibu saya menganjurkan supaya saya segera mendapatkan perawatan khusus. Apalagi sekarang ini saya sering merasa seperti semua yang sudah saya lakukan selama ini sia-sia, tak ada gunanya. Saya pun setuju dengan pendapat ibu untuk mendapat pengobatan," ungkap Lyles.

Baca juga: Noah Lyle pelari keempat tercepat di dunia sepanjang masa

Pewarta: Rr. Cornea Khairany
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2020