Dubai (ANTARA News/AFP/Reuters) - Pemberontak Syiah, Yaman, menyatakan siap berundingan dengan pemerintah setelah berbulan-bulan bertempur melawan pasukan pemerintah Sanaa, kata seorang juru bicara pemberontak kepada AFP, Sabtu.

"Bila perang telah berakhir, kami akan siap berunding dengan pemerintah Sanaa," kata Mohammed Abelsalam lewat telepon dari Dubai, Uni Arab Emirat.

Abelsalam menambahkan pernyataan itu ia sampaikan untuk menanggapi seruan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

Dalam sebuah artikel yang disiarkan pada Jumat (1/1) bertalian dengan perayaan tahun baru 2010, Presiden Saleh menyerukan pemberontak untuk meletakkan senjata.

Pemerintah Yaman pada September lalu mengumumkan gencatan senjata dengan pemberontak Houthi itu sehubungan dengan perayaan Idul Fitri.

Abdul-Malik Al-Houthi, pemimpin pemberontak sekte Muslim Syiah Zaidi di provinsi Saada dan Amran, Yaman utara, sebelumnya mengatakan kepada televisi Al Jazeera bahwa mereka bersedia menghentikan pertempuran.

Dia juga menyeru kepada pemerintah agar membebaskan para anggota Houthis yang ditahan.

Pernyataan di laman Internet pemberontak menuduh pihak militer telah melakukan beberapa kali serangan udara belakangan ini dan menghancurkan rumah-rumah di kota Saada, menewaskan puluhan orang.

Kejadian-kejadian itu menimbulkan kecaman luas dari organisasi-organisasi bantuan dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM)Yaman.

Pejabat tinggi HAM PBB mengimbau Yaman agar melakukan kewajiban melindungi penduduk sipil.

Pemerintah di Sanaa mengatakan pemberontak yang juga disebut sebagai Houthis sesuai dengan kelompok pemimpin mereka, ingin mendirikan kembali negara Syiah yang ditumbangkan pada tahun 1960-an.

Pemberontak mengatakan, mereka menginginkan otonomi dan menuduh Presiden Saleh melakukan korupsi dalam menjalankan pemerintahan.

Badan bantuan PBB mengatakan, sekitar 150.000 orang telah menjadi pengungsi sejak pertempuran pertama meletus pada 2004.

Mereka melancarkan imbauan di Jenewa pada Agustus lalu agar PBB membantu Yaman sebesar 23,5 juta dolar AS.

Ribuan orang tinggal di kamp-kamp tenda di wilayah pegunungan.

Para wartawan sulit mencapai daerah konflik untuk memverifikasi laporan-laporan yang saling bertentangan dari masing-masing pihak.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010