Jakarta (ANTARA News) - Lima tahun yang lalu, 15 Januari 2004, proyek ambisius yang menjadi bagian dari Pola Transportasi Makro (PTM) Ibukota yaitu Bus Rapid Transit yang diberi nama TransJakarta diluncurkan.

Peluncuran yang sekaligus pengoperasian koridor pertama yang menghubungkan Blok M dengan kawasan kota lama Jakarta, langsung mendapat berbagai tanggapan bahkan kecaman dan Sutiyoso yang menjabat sebagai Gubernur DKI waktu itu menjadi sasaran kritikan.

"Para pengguna mobil pribadi agar berkorban untuk kepentingan bersama, khususnya pada saat pembangunan dan awal pengoperasian busway," kata Sutiyoso saat meresmikan fasilitas tersebut.

Jakarta dengan luas 656 kilometer persegi, tingkat kemacetan lalu lintasnya semakin hari kian parah seperti dikeluhkan banyak warganya.

Pada 2004 saja, jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di DKI Jakarta sudah lebih dari 4,.5 juta dengan komposisi 1,36 juta mobil, 399,6 ribu truk, 255,3 ribu bus dan 2,53 juta sepeda motor.

Dengan jumlah kendaraan yang kian hari kian bertambah, tidak mengherankan jalan-jalan di Jakarta terasa semakin sempit.

Program penyediaan angkutan massal yang dipayungi oleh benang merah PTM atau Pola Transportasi Makro pun dijalankan, salah satunya pembangunan jalur busway 15 koridor yang selesai pada 2010.

Pada tahun itu diharapkan telah ada 15 koridor busway, dua koridor Light Rapid Transportation (monorail) green line dan blue line dan satu jaringan angkutan sungai atau Waterway.

Sekarang tujuh koridor sudah terwujud masing-masing koridor I (Blok M-Kota), koridor 2 (Harmoni - Pulogadung), koridor 3 (Harmoni - Kalideres), koridor 4 (Pulogadung - Dukuh Atas), koridor 5 (Kampung Melayu - Ancol), koridor 6 (Ragunan - Kuningan) dan koridor 7 (Kampung Melayu - Kampung Rambutan).

TransJakarta sebagai salah satu transportasi modern di Jakarta pada perjalanannya sejak 2004 hingga 2009 mendapat respon positif dari sebagian masyarakat terutama yang menginginkan transportasi yang aman, nyaman dan cepat.

Namun, dalam refleksi lima tahun TransJakarta yang dikeluarkan oleh Institut Studi Transportasi (Instran) dinyatakan bahwa pelayanan dan operasional TransJakarta semakin menurun dari tahun ke tahun.

"Kondisi pelayanan TransJakarta pada awal Januari 2009 ini menjunjukkan trend menurun," kata Direktur Instran Darmaningtyas.

Penurunan itu terlihat dari jarak kedatangan antar bus di halte yang belum konsisten, yang semula ditargetkan antara lima menit hingga 10 menit antara halte, molor menjadi 25 menit bahkan ada yang 30 menit.

"Data headway dari koridor 7 bahkan hingga 25 menit. Pada koridor lain kondisinya sama. Meskipun headway tidak selama itu namun karena kondisi penumpang yang penuh mengakibatkan calon penumpang tidak bisa masuk ke bus sehingga menunggu dalam waktu yang cukup lama," paparnya.

Sejumlah Kelemahan

Instran juga mencatat sejumlah kelemahan pelayanan TransJakarta yang kerap ditemui di lapangan. Yang pertama adalah terjadinya kerusakan destinition voice sehingga merugikan penumpang yang belum familiar dengan jalur tersebut karena tidak tahu sudah sampai mana perjalanannya.

"Hal yang kedua adalah waktu antre menunggu bus yang bisa memakan waktu hingga satu jam karena terlalu penuhnya penumpang yang ada di dalam bus. Karenanya armada perlu ditambah," kata Darmaningtyas.

Kelemahan lain yang masih ditemui adalah pada koridor 4 dan seterusnya masih digunakan sistem tiket manual yang bisa menyebabkan ketidakakuratan penghitungan penumpang dan juga pemasukan dari tiket.

"Hal lain adalah di beberapa koridor hanya melayani penumpang hingga pukul 21.00 WIB padahal ketentuannya adalah 22.00 WIB," katanya.

Demikian juga sejumlah fasilitas di halte TransJakarta terlihat mulai mengalami kerusakan antara lain adanya lempengan besi yang hilang dan juga atap halte yang mulai rusak.

Keluhan mengenai masuknya kendaraan lain ke jalur TransJakarta juga mencuat. Hal itu ditengarai menjadi salah satu penyebab keterlambatan kedatangan bus TransJakarta karena jalur mereka tidak steril dari kendaraan umum maupun pribadi.

Untuk mengatasi hal tersebut, Instran memberikan sejumlah masukan kepada Pemprov DKI Jakarta dan juga para pemangku kepentingan dalam operasional TransJakarta.

Instrans menyatakan perlunya komitmen yang lebih tinggi dari Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan operasional bus yang berlambang Elang Bondol, hewan yang konon khas Jakarta itu.

Sejumlah pihak yang memiliki kewenangan juga didesak untuk mewujudkan jalur TransJakarta yang steril dari kendaraan pribadi.

"Adalah tantangan bagi Pemda DKI untuk terus menjaga performance busway agar tetap layak jadi percontohan. Oleh sebab itu sterilisasi jalur dari kendaraan lain harus dilakukan agar perjalanan busway tidak mengalami hambatan," tegas Darmaningtyas.

Instrans juga mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengoperasikan tiga koridor baru masing-masing koridor 8 (Lebak Bulus-Harmoni), koridor 9 (Pluit-Pinang Ranti) dan koridor 10 (Cililitan - Tanjung Priok).

Keberadaan feeder atau angkutan pengumpan juga dinilai penting oleh lembaga tersebut.

"Menunda perbaikan pelayanan busway akan merugikan Pemda DKI Jakarta sebagai pihak yang membangun tanpa perencanaan matang, karena itu perbaikan pelayanan perlu segera dilakukan," tegas Darmaningtyas.

Perilaku Penumpang

Selain pelayanan TransJakarta yang terus menuai keprihatinan, saat ini perilaku penumpang yang negatif pun turut memberi andil pada ketidaknyamanan menggunakan moda transportasi tersebut.

Kebiasaan menyerobot saat antri masuk bus dan juga keengganan penumpang untuk mengisi ruang kosong di bus sehingga menumpuk di depan pintu keluar bus merupakan pemandangan yang semakin biasa di halte-halte TransJakarta.

Ketua Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta Edi Toet Hendratno mengatakan, pendidikan perilaku penumpang sangat tergantung pada profesionalitas dan menetapan standar pelayanan oleh Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta selaku pengelola moda transportasi yang kerap menjadi kebanggaan pemerintah DKI itu.

"Untuk pendidikan perilaku penumpang bisa dilakukan bila operatornya memahami bagaimana pelayanan prima, otomatis masyarakat akan dididik. Misalkan petugas pengawas di atas Transjakarta orangnya acuh tak acuh, penumpangnya juga ikut ngawur," katanya.

Untuk memperbaiki hal tersebut, Edi menyarankan agar pihak BLU TransJakarta tidak tinggal diam dan mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana berperilaku saat menggunakan bus TransJakarta, dari kebiasaan untuk antre, tidak menunda masuk ke dalam bus hingga membiasakan diri tidak makan dan minum di dalam bus.

"Pendidikan yang efektif bagi penumpang yang pertama disipin melalui penegakannya. Yang kedua penyuluhan bagi masyarakat bisa di dalam halte atau di busnya, seperti di pesawat terbang, itu tidak mahal dan pemerintah daerah punya kewajibanl untuk edukasi itu," paparnya.

Edi kemudian mencontohkan BLU TransJakarta dengan bantuan Pemprov DKI Jakarta dapat menggunakan media televisi plasma di setiap halte untuk memutar program yang berisi tentang perilaku yang baik saat menggunakan TransJakarta sehingga saat menunggu di halte, warga dapat melihatnya.

"Bisa juga di dalam bus seperti seperti di pesawat yaitu menggunakan televisi kecil dan memperagakan bagaimana perilaku yang baik atau dengan rekaman suara secara berulang selama perjalanan," katanya.

Edi menegaskan, perilaku masyarakat saat berlalu lintas merupakan cerminan bagaimana budaya masyarakat itu sendiri.
(*)

Oleh Oleh Panca Hari Prabowo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009