Jakarta (ANTARA News) - Departemen Hukum dan HAM sedang menelusuri dugaan pelanggaran terkait penggunaan berbagai fasilitas di rumah tahanan negara Pondok Bambu, Jakarta Timur.

"Tim kami masih mengusut hal itu. Jika memang ada pelanggaran pasti akan ada hukuman," kata Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, di Jakarta, Senin.

Patrialis menjelaskan dalam konferensi pers khusus yang juga dihadiri hampir semua jajaran Direktur Jenderal di Depkumham.

Konferensi pers itu diadakan terkait inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di rumah tahanan negara Pondok Bambu.

Satgas menemukan sejumlah ruangan yang dilengkapi fasilitas, seperti furniture, LCD TV, fasilitas pemutaran film, dan sebagainya. Beberapa kalangan menduga, fasilitas itu dinikmati Artalyta Suryani dan terpidana kasus narkoba, Aling.

Patrialis menegaskan, sebagai penanggung jawab tertinggi di Depkumham, dia menjamin akan ada tindakan jika memang ada kesalahan.

"Saya akan bertanggung jawab," katanya.

Pengusutan pelanggaran itu dilakukan oleh tim gabungan dari Ditjen Pemasyarakatan dan Inspektorat Jenderal Depkumham.

Dalam konferensi pers itu, Patrialis memberi kesempatan kepada Dirjen Pemasyarakatan, Untung Sugiono, untuk memberikan klarifikasi terhadap temuan sidak Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Untung mengakui sebagian ruangan di kompleks perkantoran rumah tahanan Pondok Bambu digunakan untuk ruang karaoke dan ruang pelatihan ketrampilan.

Berdasar pantauan, beberapa ruangan di rumah tahanan tersebut dilengkapi sejumlah fasilitas.

Salah satu ruangan dilengkapi dengan seperangkat alat pemutar video dan karaoke. Dinding ruangan itu berlapis bahan khusus bercorak hitam putih.

Sementara itu, ada ruangan lain yang didominasi cat dinding yang lebih terang. Beberapa perlengkapan, seperti furniture, pembatas ruangan, dan tampat tidur bayi ada di ruangan itu.

Untung membantah ruangan-ruangan itu digunakan oleh Artalyta dan Aling. Menurut Untung, ruangan itu adalah ruang karaoke dan ruang pelatihan ketrampilan bagi seluruh warga binaan rumah tahanan.

"Tapi itu memang dikomandani Artalyta," kata Untung.

Untung mengakui ada percampuran antara fasilitas pribadi dan fasilitas umum di ruangan tersebut.

Namun Untung tidak merinci fasilitas mana yang merupakan fasilitas pribadi dan mana yang termasuk fasilitas umum.

Dia menegaskan, semua fasilitas pribadi harus dikeluarkan dari ruang yang biasa digunakan untuk kegiatan bersama.

Untung menambahkan, ruangan itu bukan ruangan Artalyta dan Aling dan kedua terpidana itu tidur di ruangan lain.

Ruangan Artalyta berukuran 2,5 meter x 4 meter. Ruangan itu berisi dua tempat tidur, televisi layar datar, pendingin ruangan, perlengkapan mandi, almari, berbagai bacaan, cermin, dan peralatan senam.

Sedangkan ruangan Aling berisi tiga tempat tidur, dua kipas angin, televisi 14", lampu belajar dan cermin.

Pernyataan Untung itu kontradiktif atau bertentangan dengan pernyataan Kepala Kantor Wilayah Depkumham DKI Jakarta, Asdjuddin Rana.

Menurut Asdjuddin, semua fasilitas di ruang karaoke dan ruang ketrampilan dibeli dengan menggunakan anggaran rumah tahanan.

"Secara hukum saya menerima laporan," katanya.

Dia juga mengaku meneruskan laporan itu ke Sekjen Depkumham.

Asdjuddin Rana mengakui ada kebijakan untuk membedakan fasilitas bagi warga binaan di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.

"Salah satu patokan untuk membedakan adalah status sosial," katanya.

Namun, Asdjuddin tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan status sosial tersebut. Dia hanya menjelaskan pejabat negara, anggota TNI, dan Polri akan diperlakukan secara berbeda.

"Terutama anggota TNI," katanya.

Asdjuddin menjelaskan, pembedaan itu terutama menyangkut pemisahan blok. Hal itu karena faktor keamanan para pejabat yang ditahan itu.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010