Den Haag (ANTARA News/AFP) - Serbuan pimpinan AS ke Irak kurang memiliki keabsahan berdasarkan hukum internasional, demikian pernyataan satu komisi independen yang menyelidiki dukungan politik Belanda bagi tindakan yang masih kontroversial tersebut, selasa.

"Kurang terdapat keabsahan" bagi serbuan itu, yang mendapat dukungan politik tapi bukan militer dari Belanda, kata pemimpin komisi tersebut Willibrord Davids kepada wartawan di Den Haag.

Menurut laporan komisi tersebut, kalimat di dalam Resolusi 1441 PBB "tak dapat secara layak ditafsirkan --sebagaimana dilakukan pemerintah Belanda-- sebagai pengesahan bagi masing-masing negara anggota untuk menggunakan kekuatan militer guna memaksa Irak mematuhi semua resolusi Dewan Keamanan".

Resolusi itu, yang disahkan pada 2002, telah menawarkan Irak "kesempatan terakhir untuk mematuhi kewajiban perlucutan senjatanya".

Komisi Belanda tersebut, yang memulai pekerjaannya pada Maret tahun lalu, dibentuk oleh pemerintah menyusul tekanan dari politisi oposisi dan masyarakat bagi penyelidikan pernyataan bahwa data penting telah ditahan dari pembuat keputusan Belanda yang memilih untuk mendukung aksi pimpinan AS itu.

Belanda telah mengirim sebanyak 1.100 prajurit ke Irak pada Juli 2003 untuk ikut di dalam pasukan stabilisasi Irak pasca-serbuan yang mendapat mandat PBB.

Penyelidikan tersebut mendapati kebijakan Belanda mengenai masalah itu telah didefinisikan oleh Kementerian Luar Negeri di bawah menteri Jaap de Hoop Scheffer, yang belakangan menjadi sekretaris jenderal NATO.

"Perdana Menteri (Jan Peter Balkenende, yang masih memangku jabatan saat ini) memiliki sedikit, atau tidak memiliki, pimpinan di dalam perdebatan mengenai masalah Irak; ia menyerahkan masalah Irak seluruhnya kepada menteri urusan luar negeri," kata laporan itu.

Komisi tersebut juga mendapati dinas intelijen Belanda tak memiliki "cukup banyak informasi dengan sumber independen" bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal --pengesahan utama yang digunakan oleh Amerika Serikat dan Inggris bagi perang itu. Tak satu senjata pemusnah massal pun pernah ditemukan.

Balkenende telah berulangkali menyatakan dukungan Belanda buat serbuan tersebut didasarkan atas penolakan pemimpin Irak saat itu Saddam Hussein untuk menghormati resolusi Dewan Keamanan PBB.

Laporan komisi tersebut menyatakan pemerintah Belanda tak mengungkapkan kepada parlemen isi lengkap permintaan dukungan dari AS pada 2002.

Namun "tak ada bukti", tambahnya, untuk mendukung desas-desus bahwa Belanda telah memberi sumbangan gelap militer bagi serbuan itu.

Pada Desember 2009, seorang mantan pemeriksa senjata PBB mengatakan mantan presiden AS George W. Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair memiliki pendirian yang sama bahwa Saddam Hussein adalah ancaman, sehingga membuat mereka buta terhadap kurangnya bukti yang mensahkan perang dan membuat mereka menyesatkan masyarakat.

Satu penyelidikan resmi telah dimulai di Inggris, dan Blair direncanakan bersaksi dalam beberapa pekan mendatang mengenai laporan intelijen yang digunakan untuk menciptakan kasus bagi perang.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010