Jakarta (ANTARA) -
Bawaslu masih menemukan persoalan prosedural yang terjadi dalam pelaksanaan simulasi pemungutan suara yang kedua yang digelar oleh KPU RI di Kabupaten Indramayu, Jabar, Sabtu, 29 Agustus 2020.
 
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu, mengatakan masalah prosedural itu merupakan temuan lain selain persoalan protokol kesehatan dalam simulasi pemungutan suara tersebut.
 
"Pada awal pelaksanaan simulasi pemungutan masih ditemukan DPT (daftar pemilih tetap) dengan NIK lengkap. Seharusnya NIK diberi tanda bintang di 4 atau 5 angka terakhir NIK," kata dia.
 
Kemudian, Fritz mengatakan tidak ada prosedur tata cara pencoblosan yang ditempel di papan pengumuman di luar TPS.
 
"Sebaiknya KPU menempelkan tata cara prosedur pencoblosan di papan pengumuman di luar TPS," katanya.
 
Lebih lanjut, Bawaslu juga menemukan pemberian atau pemakaian sarung tangan direncanakan dengan dua opsi. Pertama, sarung tangan diberikan pada saat pemilih akan diberi surat suara. Kedua, sarung tangan diberikan pada saat penyerahan identitas pemilih.
 
Namun, kedua opsi tersebut masih rentan terhadap penularan virus melalui benda. Sarung tangan sebaiknya diberikan pada saat pemilih berada dalam antrean sebelum masuk TPS dengan terlebih dahulu memastikan pemilih telah mencuci tangannya.
 
"Sarung tangan yang digunakan untuk pemilih masih berupa sarung tangan plastik. Pemakaian sarung tangan plastik cukup memakan waktu, berdasarkan simulasi kali ini paling cepat 15 detik, paling lama 40 detik, sarung tangan plastik juga rentan rusak/sobek," katanya.
 
Kemudian, sarung tangan juga licin saat memeriksa surat suara yang diberikan dan surat suara kerap terjatuh karena kondisi sarung tangan. Lebih lanjut, kondisi TPS pada saat simulasi kering, namun pada hari pemungutan suara tentunya ada potensi TPS berair atau becek.
 
"Hal ini berpotensi merusak surat suara jika tetap menggunakan sarung tangan plastik karena surat suara berpotensi jatuh karena licin," ucapnya.
 
Persoalan prosedural lainnya yakni, waktu paling cepat proses pemilih masuk ke TPS, memilih, hingga keluar dari TPS pada saat TPS ramai membutuhkan waktu rata-rata 3 menit 30 detik untuk pemilih rentang usia 20-50 tahun.
 
Sedangkan untuk pemilih lanjut usia membutuhkan waktu rata-rata sekitar 5 menit 15 detik. Proses pengisian daftar hadir membutuhkan waktu cukup lama karena pemilih diminta membawa alat tulis masing-masing, sedangkan tidak semua pemilih membawa alat tulis sendiri.
 
Setelah pemilih mengisi daftar hadir dan diminta untuk menunggu di dalam TPS, pemilih berpotensi menunggu cukup lama karena pemanggilan pemilih tidak berdasarkan pemilih yang datang dan mengisi daftar hadir lebih dulu.
 
Kemudian, proses melepas sarung tangan setelah pencoblosan dan saat akan pemberian tinta di jari membutuhkan waktu sekitar 15-20 detik. Tempat pembuangan sarung tangan ditemukan juga kurang memadai karena tempatnya kecil.
 
Prosedur pemberian tinta pada simulasi kali ini dilakukan dengan mengoleskan tinta pada jari pemilih menggunakan cotton bud.
 
"Potensi penularan virus melalui cotton bud, karena digunakan untuk beberapa pemilih tanpa dilakukan penggantian," kata Fritz.
 
Selanjutnya, setelah dioleskan tinta pemilih langsung membersihkan jarinya, tinta berpotensi langsung hilang atau pudar. Seharusnya kata dia petugas memberitahu pemilih untuk menunggu tinta cukup kering sebelum membersihkannya.
 
"Penggunaan alat lap untuk membersihkan tinta yang digunakan secara bergantian juga berpotensi menularkan virus," ujarnya.

Baca juga: KPU Makassar gelar simulasi jelang pendaftaran kandidat

Baca juga: KPU Blitar lakukan simulasi pemungutan suara pilkada dengan APD

Baca juga: KPU gelar simulasi pencoblosan pilkada dengan protokol COVID-19

Baca juga: Pegawai positif COVID-19, Ketua KPU: Simulasi riil pemungutan pilkada

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020