Jakarta, 14/1 (ANTARA) - Bonaran Situmeang, pengacara pengusaha Anggodo Widjojo, menyatakan bahwa alasan penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak jelas.

"Alasan penahanannya sampai sekarang belum jelas," kata Bonaran Situmeang setelah penahanan kliennya di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Menurut Bonaran, kliennya selalu kooperatif selama penyelidikan di KPK. Selain itu, Anggodo juga tidak pernah berupaya melarikan diri.

Bonaran juga menyesalkan perubahan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan yang terlalu mendadak.

"Hari ini klien saya dipanggil dalam rangka penyelidikan bukan penyidikan. Itu yang kita persoalan tadi," kata Bonaran.

Selain itu, menurut Bonaran, tim KPK tidak pernah menunjukkan alat bukti kepada pihak Anggodo.

Anggodo Widjojo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sekira pukul 16.00 WIB dalam kasus dugaan percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan kasus korupsi.

Pelaksana Tugas Sementara Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean membantah penyidik KPK tidak memiliki alasan ketika menahan Anggodo.

Menurut dia, KPK selalu mendasarkan pada syarat subyektif dan obyektif dalam menahan tersangka.

"Alasan subyektif itu adalah mencegah tersangka mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti, dan melarikan diri," kata Tumpak.

Sedangkan alasan obyektif adalah Anggodo layak ditahan karena ancaman hukuman perkara tersebut lebih dari lima tahun.

Anggodo ditahan di rumah tahanan Cipinang, Jakarta Timur, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Anggodo diduga melakukan tindak pidana mencegah, merintangi atau menggagalkan upaya penyidikan perkara korupsi yang sedang dilakukan oleh KPK.

Perkara yang dimaksud adalah penyuapan yang dilakukan oleh Anggoro Widjojo (kakak Anggodo) kepada mantan anggota DPR Yusuf Erwin Faisal serta perkara dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.

Perbuatan itu diatur dalam pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Anggodo juga diduga melakukan percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK. Hal itu diatur dalam pasal 5 ayat (1) b jo pasal 15 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perbuatan itu diduga dilakukan bersama orang lain, seperti diatur dalam pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

"Oleh karena itu penyidik menganggap perlu dilakukan penahanan," kata Tumpak.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010