Lagos (ANTARA News/AFP) - Kelompok orang bersenjata Nigeria menuntut uang tebusan 300 juta naira (1,98 juta dolar) bagi pembebasan tiga warga Inggris dan seorang Kolombia yang diculik pekan ini, kata polisi, Jumat.

"Penculik meminta pembayaran 300 juta naira sebelum orang-orang itu dibebaskan," kata Rita Abbey, jurubicara kepolisian Negara Bagian Rivers, kepada AFP.

Ia mengatakan, kelompok bersenjata itu menyampaikan tuntutan tersebut melalui telefon kepada keluarga salah satu warga asing yang diculik.

Polisi di negara bagian tersebut telah menjanjikan hadiah dua juta naira (13.000 dolar) bagi informasi yang bisa mengarah pada pembebasan para sandera itu.

"Komando kepolisian Negara Bagian Rivers menjanjikan hadiah dua juta naira kepada siapa pun yang bisa memberikan informasi yang mengarah pada pembebasan orang-orang asing ini," kata Abbey.

Keempat orang itu, yang bekerja untuk perusahaan minyak besar Inggris-Belanda Shell, diculik Selasa di lokasi antara kota minyak Port Harcourt dan daerah berdekatan Aba di Negara Bagian Abia.

Kelompok bersenjata itu menembak mati polisi pengawal orang-orang asing itu dan melukai supir mereka selama serangan tersebut.

Jurubicara kepolisian Negara Bagian Abia, Ali Okechukwu, juga mengatakan kepada AFP, komando kepolisian di wilayah itu belum melakukan kontak baik dengan penculik maupun orang-orang asing itu.

Menurutnya, kepala kepolisian daerah tersebut Jonathan Johnson mendesak penculik membebaskan orang-orang asing itu tanpa cedera agar tidak membahayakan hubungan antara negara-negara itu dan Nigeria.

"Ia (Jonathan Johnson) mendesak mereka membebaskan sandera-sandera ini untuk menyelamatkan Nigeria dari kecaman internasional," kata Okechukwu.

Insiden itu merupakan penculikan besar pertama di Nigeria selatan sejak Juli lalu dan terjadi setelah masa tenang pasca program amnesti pemerintah, dimana ribuan militan di Delta Niger yang kaya minyak meletakkan senjata mereka.

Pada Juni, Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

MEND menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND), kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni.

MEND telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010