Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi kembali mengkritisi UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang batas wilayah negara yang tidak mencantumkan sama sekali titik-titik koordinat perbatasan RI sehingga membingungkan aparat di tapal batas.

"Ini kelemahan serius undang-undang (UU) tersebut, sehingga sejak beberapa waktu lalu kami dari Komisi I mendesak untuk merevisinya agar UU ini dapat diimplementasikan di lapangan, karena ada dasar hukum yang jelas bagi aparat dalam mengamankan wilayah perbatasan," tegasnya kepada ANTARA News, di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan itu untuk merespons informasi bahwa Presiden akan segera mengeluarkan Perpres tentang pembentukan badan yang akan bertugas mengelola dan memberdayakan pengembangan wilayah perbatasan.

"Sampai saat ini kami masih menemukan aparat yang belum paham letak batas wilayah negara, dan karenanya mereka menjadi tidak `pede`, khususnya di lokasi-lokasi sengketa dengan negara tetangga, termasuk di Blok Ambalat misalnya," ungkapnya.

Atas nama rekan-rekannya di Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi kembali mendesak untuk merevisi UU Nomor 43 Tahun 2008, yakni untuk melengkapinya dengan koordinat-koordinat batas wilayah.

"Ini penting, agar kita punya dasar hukum yang jelas jika beradu argumentasi dengan pihak lain atau klaim negara tetangga atas wilayah tertentu," tandasnya.

Terhadap bakal terbentuknya badan pengelola dan pemberdayaan perbatasan, Fayakhun Andriadi dengan nada gembira menyambutnya, hanya saja ia berharap, jangan sampai lembaga itu hanya menambah birokrasi, tetapi tidak memberi solusi terbaik di lapangan.

Ia menjelaskan, pengamanan pertahanan terdepan, baik dalam bentuk fisik (gatra ekonomi, gatra sosial budaya) dan dalam bentuk non-fisik (gatra ideologi, gatra politik).

"Dan semua itu berkaitan dengan kedaulatan wilayah dan melindungi warga negara beserta seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya," ujarnya, mengomentari pertanyaan tentang kemungkinan badan ini bisa sekaligus berfungsi dalam hal pemberdayaan warga perbatasan sebagai `pengawal ibu pertiwi` yang semakin sejahtera. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010